Gelar Karya SMAN 1 Raja Ampat: Panggung Kreativitas Pelajar, Angkat Budaya Lokal dan Dukung Pariwisata

Ket: Kepsek SMAN1 RajaAmpat, Helena Omkarsba,S.Pd, M.Pd menunjukan salah satu hasil karya siswa dalam kegiattan Gelar karya dan Panen Hasil Belajar Siswa Semester Genap di Halaman Komplkes SMAN 1 Raja Ampat, Senin (16/6/2025)/Foto: Petrus Rabu
Ket: Kepsek SMAN1 RajaAmpat, Helena Omkarsba,S.Pd, M.Pd menunjukan salah satu hasil karya siswa dalam kegiattan Gelar karya dan Panen Hasil Belajar Siswa Semester Genap di Halaman Komplkes SMAN 1 Raja Ampat, Senin (16/6/2025)/Foto: Petrus Rabu
banner 120x600

“Untuk tahun pelajaran yang akan datang, kami akan kemas dalam bentuk yang berbeda lagi. Selain gelar karya, kami setiap tahun akan laksanakan Festival Literasi dan Seni Budaya,” kata Helena penuh optimisme.

Waisai, RajaAmpatNews — Pelataran SMAN 1 Raja Ampat -Kota Waisai, Ibukota Raja Ampat pada Senin (16/6/2025)  tampak berbeda dari biasanya. Deretan stand berwarna-warni berdiri berjejer, dihiasi hasil karya tangan siswa-siswi yang memadukan kreativitas dengan nilai-nilai lokal. Para orang tua yang datang untuk mendengarkan hasil belajar anak-anak mereka di akhir tahun pelajaran, disuguhi suasana yang tak biasa—sebuah mini festival edukatif yang menyatukan seni, budaya, lingkungan, dan semangat belajar.

Dalam semangat Kurikulum Merdeka Belajar, SMAN 1 Raja Ampat kembali menyelenggarakan kegiatan tahunan bertajuk Gelar Karya P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila). Kegiatan ini merupakan bentuk panen hasil belajar siswa selama satu tahun, yang diwujudkan dalam bentuk nyata, bukan sekadar nilai di atas kertas.

Kepala SMAN 1 Raja Ampat, Helena Omkarsba, S.Pd., M.Pd., menjelaskan bahwa tahun ini pihak sekolah mengangkat dua tema utama dalam pelaksanaan P5. Masing-masing jenjang kelas diberikan fokus tema yang berbeda, namun tetap dalam kerangka penguatan karakter dan kemandirian peserta didik.

Stand Pameran Hasil Karya siwa SMAN1 Raja Ampat/Foto: Petrus Rabu

“Tahun ini, ada dua tema yang kami angkat atau laksanakan. Pertama, untuk kelas X tema gelar karyanya adalah Gaya Hidup Keberlanjutan, dengan subtema pertama berkebun dan kedua daur ulang sampah. Dari hasil berkebun, dari jenis-jenis tanaman yang mereka tanam selama ini, mereka sudah pasarkan ke guru-guru selama proses belajar mengajar. Sementara hari ini, gelar karyanya ditampilkan dalam bentuk dokumentasi kegiatan atau belajar. Sedangkan daur ulang sampah mereka tampilkan di stand-stand pameran hari ini berupa bunga, hiasan dinding, dan sebagainya,” jelas Helena.

Tidak hanya memamerkan hasil pertanian dan daur ulang, para siswa juga menjadikan kegiatan ini sebagai ruang untuk membangun kesadaran akan pentingnya menjaga bumi dan menanamkan kebiasaan hidup berkelanjutan sejak dini.

Sementara itu, kelas XI mengusung tema Kearifan Lokal dengan subtema “Mencintai Budayaku”. Di sini, kreativitas siswa semakin terpancar. Mereka tidak hanya menampilkan tarian atau ornamen budaya, tetapi juga mengolah hasil alam khas Papua menjadi produk budaya yang memiliki nilai edukasi dan ekonomi.

“Untuk kelas XI, temanya adalah kearifan lokal, dengan subtema ‘mencintai budayaku’ atau mencintai budaya lokal. Di sini mereka tampilkan budaya lokal secara umum Papua, secara khusus Raja Ampat. Dalam bentuk makanan, contoh mereka membuat atau mengolah sagu jadi makanan pangkawun, sagu yang dibuat dalam bia bor. Selain itu mereka olah kerang-kerang yang di sini atau Raja Ampat dikenal dengan ‘bia garu’. Kulitnya diolah jadi kapur yang biasa digunakan masyarakat Papua untuk bahan sirih pinang,” lanjut Helena.

Stand-stand pameran dihiasi dengan beragam olahan makanan lokal, kerajinan dari bahan alam, serta pajangan hasil seni rupa. Salah satu karya yang menarik perhatian adalah lukisan-lukisan dengan bahan dasar khas Papua, dan busana adat yang digunakan dalam pementasan tarian Yospan—lengkap dengan topi, rok rumput dari daun sagu, dan properti lainnya.

Kegiatan ini juga dimeriahkan dengan pertunjukan seni, di mana para siswa menampilkan tari-tarian daerah, puisi, dan teatrikal budaya yang menggambarkan kehidupan masyarakat Papua. Ruang belajar seolah berpindah dari dalam kelas ke arena terbuka, menjadikan pengalaman belajar lebih kontekstual dan menyenangkan.

“Jadi sebenarnya banyak sekali yang kita pamerkan. Hanya karena dibatasi waktu, sehingga kami tidak banyak menampilkan hasil karya mereka, baik dalam bentuk kearifan lokal, tari, seni, dan budaya,” ujar Helena.

Lebih dari sekadar kegiatan akhir tahun, Gelar Karya P5 menjadi bukti nyata bahwa pendidikan bisa bersinergi dengan nilai-nilai lokal dan pembangunan daerah. Helena menyampaikan bahwa pihak sekolah akan terus menyempurnakan model kegiatan ini ke depannya.

“Untuk tahun pelajaran yang akan datang, kami akan kemas dalam bentuk yang berbeda lagi. Selain gelar karya, kami setiap tahun akan laksanakan Festival Literasi dan Seni Budaya,” kata Helena penuh optimisme.

Dalam penutupnya, Helena menyampaikan pesan mendalam tentang pentingnya memupuk keterampilan dan karakter sejak dini, agar para siswa mampu mandiri dan produktif di masa depan.

“Pesan saya, apa yang menjadi hasil karya anak-anak hari ini menjadi modal utama bagi mereka di masa yang akan datang. Ketika mereka tidak melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, mereka bisa gunakan skill yang diajar oleh bapak/ibu guru dalam bentuk kreatif. Memang program-program yang kami laksanakan di SMAN 1 Raja Ampat tujuannya mensinkronisasi antara sekolah dengan pemerintah. Apa program pemerintah, itu juga yang kami dorong lewat peserta didik karena mereka adalah generasi penerus yang akan datang. Apalagi sekarang anak-anak sudah paham apa yang nantinya menjadi masa depan mereka, yang harus mereka jaga dan lestarikan,” jelasnya.

Helena juga menegaskan bahwa kegiatan ini sejalan dengan upaya pengembangan sektor pariwisata Raja Ampat yang tak hanya mengandalkan keindahan alam, tetapi juga keunikan budaya dan kualitas sumber daya manusianya.

“Jadi kegiatan yang kami lakukan ini sangat mendukung pengembangan pariwisata di Raja Ampat karena wisatawan yang datang ke Raja Ampat tidak hanya menikmati keindahan alam, tetapi juga ingin melihat kearifan dan kreativitas masyarakat lokal. Kita juga ajar bagaimana cara pelayanan mereka. Sehingga kelak mereka memiliki modal awal dari sekolah,” tutupnya.

Writer: Petrus Rabu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You cannot copy content of this page