Sorong Selatan, RajaAmpatNews – Di balik lebatnya hutan Papua Barat Daya, semangat generasi muda adat Distrik Konda mulai menyala untuk menjadi penjaga alam warisan leluhur mereka. Setelah berhasil menyusun Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Hutan Adat pertama di provinsi ini pada awal April lalu, para pemuda adat kini menempuh langkah lanjut: mempelajari teknologi patroli hutan berbasis SMART (Spatial Monitoring and Reporting Tool).
“Selama empat hari, sejak 23 hingga 26 April 2025, belasan anak muda dari lima kampung di Distrik Konda—Bariat, Manelek, Nakna, Konda, dan Wamargege—serta dusun persiapan Onipia, Demen, dan Simora berkumpul di Aula Bappeda Sorong Selatan,” demikian siaran pers Konservasi Indonesia yang diterima media, Sabtu (26/4/2025).
Mereka bukan sekadar peserta pelatihan. Mereka adalah perwakilan empat sub-suku besar: Gemna, Nakna, Afsya, dan Yaben—penjaga masa depan dari 37.833 hektar hutan adat yang kini sedang diperjuangkan pengakuannya.
Pelatihan ini merupakan hasil kolaborasi antara Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan (DLHKP) Papua Barat Daya, Balai Besar KSDA Papua Barat Daya, Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Wilayah Maluku-Papua, Dinas Lingkungan Hidup Sorong Selatan, serta Yayasan Konservasi Indonesia.
Selama pelatihan, peserta dibekali sembilan materi penting: dari identifikasi temuan di lapangan, penggunaan GPS dan tally sheet, penginputan data ke sistem SMART, hingga praktik patroli langsung selama lebih dari 600 menit di sekitar hutan Kampung Bariat.
Yusup Maikel Sianggo, pendiri Komunitas Pemuda Adat GENAYA—singkatan dari empat sub-suku—mengaku antusias dan optimistis. “Hutan adalah hidup kami. Kami belajar bukan hanya menjaga pohon dan binatang, tapi juga menjaga masa depan anak cucu kami,” ujarnya penuh semangat.
Kepala DLHKP Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu, ST., M.Si., menyebut pelatihan ini sebagai wujud nyata pemberdayaan masyarakat adat dalam kerangka otonomi khusus. Ia berharap inisiatif seperti ini mempercepat proses pengakuan resmi Hutan Adat oleh pemerintah pusat. “Hutan Adat bukan hanya wilayah. Ia adalah warisan budaya dan kontribusi nyata Papua Barat Daya dalam menghadapi krisis iklim global,” ungkapnya.

Sorong Selatan sendiri merupakan salah satu wilayah dengan keanekaragaman hayati tertinggi di Papua Barat Daya. Dari total luas wilayah 654.900 hektar, sekitar 497.522 hektar diklasifikasikan sebagai ekosistem alami bernilai tinggi. Berdasarkan kajian Konservasi Indonesia dan BBKSDA pada 2023, tercatat 416 jenis tumbuhan dan 372 spesies vertebrata hidup di kawasan ini—termasuk 58 mamalia, 280 burung, 36 reptil, dan 14 amfibia.
Direktur Program Papua dari Konservasi Indonesia, Roberth Mandosir, menjelaskan bahwa pelatihan ini merupakan bagian dari Program KASUARI (Kuatkan Adat, Sumber Daya Alam Lestari), yang mencakup 150.000 hektar kawasan hutan di Sorong Selatan. Ia menegaskan bahwa peningkatan kapasitas pemuda adat adalah kunci dalam menciptakan sistem pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
“Lewat pelatihan ini, para pemuda adat tak hanya belajar memantau hutan, tetapi juga memimpin perubahan. Mereka adalah harapan masa depan bagi tanah adat dan alam Papua,” tuturnya.
Dengan komitmen kolektif dan semangat lintas generasi, Distrik Konda kini berdiri sebagai salah satu contoh kuat bagaimana masyarakat adat dapat menjadi garda terdepan pelestarian lingkungan—mengelola hutan bukan hanya sebagai sumber daya, tetapi sebagai bagian dari jati diri dan masa depan bersama.