Sorong, RajaAmpatNews— Ketua Generasi Muda Pejuang Hak Adat Papua (Gempha) Papua Barat Daya, Rojer Mambraku, menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap meningkatnya dugaan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal menggunakan bahan peledak (bom) di wilayah perairan Kabupaten Raja Ampat. Ia mendesak aparat penegak hukum dan instansi pemerintah terkait untuk segera mengambil langkah tegas melalui patroli laut yang konsisten dan kolaboratif demi mencegah kerusakan ekosistem laut yang lebih luas.
Menurut Rojer, indikasi adanya praktik pengeboman ikan mulai terlihat dari lonjakan penjualan jenis ikan lalosi di Pasar Ikan Jembatan Puri, Kota Sorong, dalam beberapa minggu terakhir. Ikan lalosi yang dikenal memiliki nilai jual tinggi di pasar lokal, ini salah satu ciri khas ikan hasil tangkapan bom.
“Beberapa minggu terakhir ini banyak sekali jenis ikan lalosi yang dijual di Pasar Ikan Jembatan Puri. Saya menduga ikan-ikan tersebut merupakan hasil dari penangkapan menggunakan bom. Ini sangat meresahkan karena dampaknya sangat besar bagi lingkungan laut kita,” ujar Rojer saat diwawancarai di Sorong, Jumat (20/6/2025).

Ia menjelaskan bahwa penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak bukan hanya melanggar hukum, namun juga berdampak sangat destruktif bagi ekosistem laut, khususnya terumbu karang yang menjadi habitat berbagai spesies ikan dan biota laut lainnya. Terumbu karang yang rusak akan memerlukan waktu puluhan tahun untuk pulih secara alami, bahkan ada yang tidak bisa pulih sama sekali.
Untuk menanggulangi permasalahan ini, Rojer mendesak adanya langkah konkrit dari pemerintah melalui kolaborasi lintas sektor. Ia menyebutkan beberapa institusi yang perlu segera bergerak bersama, di antaranya Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat Daya, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Raja Ampat, Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Sorong, Direktorat Polisi Perairan dan Udara Polda Papua Barat Daya, serta Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) XIV Sorong.
“Kami meminta agar seluruh pihak yang berwenang bisa bersinergi untuk melakukan patroli rutin dan pengawasan ketat di wilayah perairan Raja Ampat. Tanpa pengawasan yang konsisten, praktik-praktik merusak seperti ini akan terus terjadi dan mengancam kekayaan laut kita,” tegas Rojer.
Ia menambahkan bahwa Raja Ampat bukan sekadar destinasi wisata, tetapi juga merupakan bagian dari segitiga karang dunia (Coral Triangle) wilayah dengan biodiversitas laut tertinggi di dunia. Oleh karena itu, wilayah ini harus mendapatkan perhatian dan perlindungan yang serius, baik dari sisi regulasi maupun pengawasan lapangan.
Lebih lanjut, Rojer juga mengingatkan bahwa laut bukan hanya aset ekologis, tetapi juga sumber ekonomi dan identitas budaya bagi masyarakat Papua, khususnya yang tinggal di wilayah pesisir. Jika laut rusak, maka kehidupan masyarakat pesisir juga akan terancam.
“Laut Raja Ampat adalah warisan dunia, dan juga warisan leluhur kita. Jika kita tidak menjaga sekarang, maka anak cucu kita tidak akan lagi bisa menikmati keindahan dan hasil laut seperti yang kita nikmati hari ini. Laut ini adalah sumber kehidupan,” katanya.
Rojer berharap, perhatian terhadap isu ini tidak hanya datang dari pemerintah semata, melainkan juga dari masyarakat luas, khususnya para nelayan dan pelaku usaha perikanan. Ia mengajak semua pihak untuk bersama-sama menolak dan melaporkan aktivitas ilegal yang merusak lingkungan laut.
Sebagai bagian dari perannya dalam advokasi sosial dan pelestarian hak adat serta lingkungan, Gempha Papua Barat Daya menyatakan komitmennya untuk terus mengawal isu ini. Organisasi ini juga berencana melakukan pendekatan edukatif kepada masyarakat nelayan agar mereka lebih memahami dampak negatif dari praktik pengeboman ikan, serta mengedukasi tentang metode penangkapan ikan yang ramah lingkungan.
“Kami tidak hanya bicara dari sisi hukum, tetapi juga dari sisi sosial dan budaya. Kami ingin membangun kesadaran bahwa laut bukan objek eksploitasi, tetapi bagian dari identitas dan keberlangsungan hidup masyarakat adat,” tutup Rojer.
Kasus dugaan penangkapan ikan menggunakan bom di wilayah Raja Ampat menjadi sinyal bahaya terhadap perlindungan ekosistem laut di Papua Barat Daya. Diperlukan langkah cepat, kolaboratif, dan tegas dari semua pihak untuk memastikan bahwa laut Raja Ampat tetap menjadi pusat keanekaragaman hayati laut dunia dan kebanggaan bangsa Indonesia.