Langkah Bersejarah! Masyarakat Konda di Sorsel Susun Dokumen Hutan Adat Pertama di Papua Barat Daya

KET: Perwakilan masyarakat empat sub-suku dan berbagai lembaga pemerintah serta organisasi KI duduk bersama dan menyepakati RKPS dan RKT di Teminabuan, Kabupaten Sorong Selatan (10/4/2025?foto: Dok. Konservasi Indonesia
KET: Perwakilan masyarakat empat sub-suku dan berbagai lembaga pemerintah serta organisasi KI duduk bersama dan menyepakati RKPS dan RKT di Teminabuan, Kabupaten Sorong Selatan (10/4/2025?foto: Dok. Konservasi Indonesia
banner 120x600

Sorong Selatan, RajaAmpatNews – Masyarakat adat Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, mencatat tonggak sejarah dalam pengelolaan hutan berbasis kearifan lokal dengan menyusun dua dokumen penting: Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT). Ini merupakan dokumen pertama dalam skema Perhutanan Sosial di wilayah Papua Barat Daya.

Konservasi Indonesia dalam siara pers yang diterima media ini, Jumat (11/4/2025) menjelaskan pada tanggal 9–10 April 2025, perwakilan dari empat sub-suku—Gemna, Nakna, Afsya, dan Yaben—yang tersebar di lima kampung dan tiga dusun persiapan, bekerja sama dengan Konservasi Indonesia (KI) dan sejumlah instansi pemerintah menyepakati dua dokumen tersebut sebagai dasar pengelolaan hutan berbasis hak adat.

“Dokumen ini membawa kami semakin dekat pada pengakuan resmi atas hutan adat kami,” ujar Zakarias Gemnafle, Ketua Komunitas Pemuda Adat Sub-suku Gemna, Nakna, Afsya, dan Yaben (KPAG GENAYA). “Kami berharap pemerintah segera menerbitkan SK Hutan Adat.”

Pengajuan pengakuan hutan adat di Distrik Konda telah dimulai sejak tiga tahun lalu dan diverifikasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Oktober 2024. Meski SK pengakuan belum terbit, masyarakat tetap konsisten melangkah demi pengelolaan hutan yang lestari.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Pertanahan Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu, ST., M.Si., menyebut inisiatif ini sebagai bentuk nyata implementasi Otonomi Khusus. “Perhutanan Sosial, khususnya skema Hutan Adat, adalah sarana untuk mengangkat harkat dan martabat Orang Asli Papua (OAP),” tegasnya. Ia juga mendorong pembentukan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) agar manfaat ekonomi dari hutan adat dapat dinikmati masyarakat secara berkelanjutan.

Wilayah Distrik Konda sendiri merupakan bagian dari kawasan hutan bernilai konservasi tinggi. Kajian tahun 2023 oleh KI dan BBKSDA Papua Barat mencatat bahwa dari total 654.900 hektar wilayah Sorong Selatan, sekitar 497.522 hektar merupakan ekosistem alami, termasuk hutan gambut tropis yang berperan penting dalam penyerapan karbon.

Selain itu, Sorong Selatan menyimpan kekayaan biodiversitas dengan 416 jenis tumbuhan dan 372 jenis vertebrata, termasuk 280 jenis burung dan 58 mamalia.

Direktur Program Papua Konservasi Indonesia, Roberth Mandosir, menambahkan bahwa kegiatan ini adalah bagian dari Program KASUARI (Kuatkan Adat, Sumber Daya Alam Lestari) yang mencakup 150.000 hektar kawasan hutan. “Dengan melibatkan masyarakat adat sebagai penjaga hutan, kita tidak hanya menjaga alam, tetapi juga mendorong kesejahteraan mereka. Ini mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan,” jelasnya.

Kegiatan ini turut didukung berbagai instansi, termasuk BPSKL Wilayah Maluku-Papua, Bappeda Sorong Selatan, serta sejumlah dinas terkait. Sinergi ini menjadi contoh kolaborasi nyata antara masyarakat adat, pemerintah, dan lembaga konservasi untuk menjaga kelestarian lingkungan dan memperkuat hak-hak adat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You cannot copy content of this page