MRP Papua Barat Daya Serap Aspirasi Warga Raja Ampat soal Otsus, DOB, dan Tapal Batas

banner 120x600

“Kegiatan ini adalah bentuk atensi kami terhadap aspirasi masyarakat, khususnya terkait persoalan adat, perempuan, dan keagamaan. Tapi yang lebih penting, kami ingin melihat apakah pemerintah daerah benar-benar konsisten dalam menjalankan kebijakan Otsus,” ujar Mesak kepada wartawan.

Waisai, RajaAmpatNews – Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Barat Daya menggelar forum penyaluran aspirasi dan pengaduan masyarakat adat, umat beragama, kaum perempuan, dan elemen masyarakat lainnya di Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat, Selasa (22/7/2025).

Kegiatan ini merupakan bagian dari pelaksanaan tugas dan fungsi MRP sesuai amanat Undang-Undang Otonomi Khusus Papua. Ketua Kelompok Kerja Adat MRP Papua Barat Daya, Mesak Mambraku, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan menyerap langsung suara masyarakat serta menguji konsistensi pemerintah daerah dalam menerapkan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada masyarakat adat dan Orang Asli Papua (OAP).

“Kegiatan ini adalah bentuk atensi kami terhadap aspirasi masyarakat, khususnya terkait persoalan adat, perempuan, dan keagamaan. Tapi yang lebih penting, kami ingin melihat apakah pemerintah daerah benar-benar konsisten dalam menjalankan kebijakan Otsus,” ujar Mesak kepada wartawan.

Dalam diskusi terbuka yang berlangsung interaktif, sejumlah isu krusial mengemuka dan menjadi perhatian peserta. Wacana pemekaran wilayah seperti Raja Ampat Selatan, Tengah, dan Utara kembali menguat. Meskipun banyak masyarakat menyambut baik rencana pemekaran tersebut demi mendekatkan pelayanan, sebagian pihak juga mengingatkan agar pemerintah memprioritaskan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebelum melangkah ke pembentukan daerah otonomi baru.

Ket: Ketua Kelompok Kerja Adat MRP Papua Barat Daya, Mesak Mambraku/Foto: Dony K/RajaAmpatNews

Isu lain yang turut disuarakan adalah dampak sosial dan ekonomi pasca pencabutan izin tambang di beberapa wilayah. Masyarakat mempertanyakan keberpihakan pemerintah daerah dalam menjamin keberlangsungan hidup warga yang sebelumnya bergantung pada aktivitas pertambangan. MRP meminta kejelasan terkait program pengganti atau solusi ekonomi yang dapat diberlakukan untuk mengisi kekosongan tersebut.

Persoalan tapal batas juga mencuat, khususnya mengenai status Pulau Tiga yang saat ini secara administratif masuk Provinsi Maluku Utara, namun secara historis dan budaya masih dianggap sebagai bagian dari Raja Ampat. MRP mendorong penyelesaian yang adil dan menyeluruh, baik dari sisi hukum maupun pendekatan kultural, terutama sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah tentang Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Barat Daya.

Selain itu, masyarakat dari wilayah Salawati Selatan mengangkat persoalan beberapa kampung yang secara administratif berada di Kabupaten Sorong, padahal penduduknya merupakan warga Raja Ampat. Hal ini memunculkan ketimpangan dalam pelayanan publik dan pembangunan, yang memerlukan pendekatan lintas kabupaten dan provinsi untuk mencari solusi terbaik.

Dalam forum ini, MRP juga mengevaluasi pelaksanaan sejumlah program strategis nasional di wilayah Raja Ampat, seperti pemberian makanan bergizi, sekolah rakyat, dan koperasi Merah Putih. Mesak menegaskan bahwa keberhasilan program-program ini perlu diukur dari dampaknya langsung terhadap masyarakat, terutama OAP. Evaluasi menyeluruh dibutuhkan agar program tidak hanya berjalan secara administratif, tapi benar-benar menjawab kebutuhan di lapangan.

Mesak Mambraku menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Kabupaten Raja Ampat atas dukungan dan keterbukaan terhadap pelaksanaan forum ini. Menurutnya, seluruh masukan dan keluhan yang disampaikan masyarakat akan dihimpun sebagai bahan rekomendasi resmi dari MRP kepada pemerintah daerah, provinsi, dan pusat.

“Kami berterima kasih atas respon positif dari Pemda Raja Ampat. Aspirasi masyarakat ini akan kami kawal sebagai dasar penyusunan kebijakan yang adil dan berpihak pada hak-hak dasar masyarakat adat,” ujarnya.

Forum ini menegaskan komitmen MRP Papua Barat Daya dalam memperjuangkan suara masyarakat akar rumput dan mengawal pelaksanaan Otonomi Khusus agar benar-benar berdampak nyata bagi kemajuan Papua Barat Daya, khususnya Kabupaten Raja Ampat.

Writer: Dony KumuaiEditor: Petrus Rabu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You cannot copy content of this page