Opini
Oleh: Ilham Alhamdi*
Raja Ampat bukan sekadar destinasi wisata berkelas dunia. Ia adalah rumah dari 75% spesies karang dunia, perairan dengan biodiversitas laut tertinggi di planet ini, dan hutan tropis yang menjadi paru-paru kehidupan. Lebih dari itu, Raja Ampat adalah tanah adat, ruang hidup, dan warisan ekologis yang dijaga oleh masyarakat lokal selama ratusan tahun.
Sebagai warga yang peduli, saya menyampaikan kegelisahan terhadap arah kebijakan yang membuka ruang investasi tambang di kawasan yang sangat sensitif secara ekologis dan sosial. Ketika kepentingan ekonomi diletakkan di atas keberlanjutan lingkungan dan kehidupan masyarakat lokal, maka yang diuji bukan hanya regulasi, tapi juga nurani kita bersama.
Aspek Hukum: Ketika Regulasi Kehilangan Arah
Izin usaha pertambangan di kawasan Raja Ampat, seperti yang pernah muncul dalam polemik di Pulau Kawe, menimbulkan pertanyaan besar terkait legalitas dan legitimasi. Wilayah tersebut merupakan bagian dari kawasan konservasi dan tanah adat, yang selama ini menjadi bagian dari sistem sosial dan spiritual masyarakat.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan tegas menekankan pentingnya pelestarian ekosistem unik serta partisipasi masyarakat. Apakah proses-proses seperti Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dijalankan secara benar, terbuka, dan partisipatif?
Pengalaman di banyak wilayah menunjukkan bahwa kajian lingkungan kerap menjadi formalitas administratif semata, bukan alat kontrol substantif terhadap risiko kerusakan jangka panjang. Dalam konteks Raja Ampat, semua proses perizinan seharusnya dijalankan secara ketat dan transparan karena menyangkut wilayah strategis nasional dan kedaulatan masyarakat adat.
Aspek Sosial: Luka Pembangunan yang Menganga
Retorika pembangunan sering kali diulang-ulang: membuka lapangan kerja, mendatangkan pendapatan daerah, dan menyejahterakan masyarakat. Namun, sejarah membuktikan bahwa proyek-proyek tambang di wilayah-wilayah adat kerap meninggalkan kerusakan dan konflik sosial yang panjang.
Masyarakat lokal sering hanya menjadi penonton atau buruh kasual, sementara hasil kekayaan alam dibawa ke luar. Ketika sumber daya habis, mereka tinggal menghadapi limbah dan kehilangan sumber penghidupan. Di Raja Ampat, masyarakat adat memiliki sistem lokal seperti sasi, yang mengatur pengelolaan hasil laut demi keberlanjutan. Namun pendekatan tradisional ini sering dianggap tidak relevan oleh kepentingan luar.
Dengan masuknya tambang, muncul pula ketegangan antarwarga, antara yang pro dan kontra, antara janji kesejahteraan dan ketakutan akan kehilangan tanah dan laut mereka. Jika tidak dikelola bijak, kebijakan tambang justru memicu keretakan sosial.
Etika Publik dan Simbol Moralitas
Dalam konteks ini, penting bagi semua pihak—pemerintah, tokoh masyarakat, dan institusi sosial—untuk mengambil sikap etis dan mendengar suara akar rumput. Penolakan masyarakat terhadap tambang bukanlah sikap anti-investasi, melainkan bentuk keberpihakan pada kehidupan berkelanjutan.
Setiap tokoh publik, apalagi yang memiliki pengaruh besar secara sosial dan moral, memiliki tanggung jawab untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat luas, bukan justru menjadi bagian dari kebijakan yang memicu kerusakan ekologis. Keteladanan dalam sikap dan tindakan menjadi penting agar pembangunan tidak kehilangan arah etik.
Masyarakat Adat: Penjaga yang Terpinggirkan
Masyarakat adat di Raja Ampat terus menyuarakan hak mereka atas tanah dan laut. Mereka tidak menolak perubahan, tetapi ingin dilibatkan secara bermakna dalam setiap proses. Dalam hukum nasional dan internasional, partisipasi masyarakat adat bukanlah kemurahan hati pemerintah atau perusahaan, tapi hak yang harus dihormati.
Sayangnya, mereka sering kali hanya dijadikan pelengkap dalam forum-forum konsultasi tanpa posisi tawar yang jelas. Padahal keberlangsungan ekosistem Raja Ampat sangat bergantung pada hubungan harmonis antara manusia dan alam yang telah mereka jaga turun-temurun.
Penutup: Raja Ampat Bukan Milik Segelintir
Raja Ampat bukan milik elit, bukan milik pejabat, dan bukan pula milik korporasi. Ia adalah milik masyarakat adat, milik rakyat Indonesia, dan milik generasi mendatang. Jika tambang terus dipaksakan atas nama legalitas administratif tanpa mempertimbangkan dampak ekologis dan sosial jangka panjang, maka kita sedang mengorbankan salah satu surga terakhir di Bumi.
Mari kita kembalikan arah pembangunan kepada prinsip-prinsip keberlanjutan dan keadilan sosial. Masyarakat sipil, tokoh agama, pemerintah daerah, dan organisasi kemasyarakatan perlu bersatu menjaga Raja Ampat sebagai simbol harapan ekologis bangsa. Pilihan ada di tangan kita: membiarkannya rusak atau merawatnya sebagai warisan peradaban. #SaveRajaAmpat
*Penulis adalah Mahasiswa HTN (Hukum Tata Negara) UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto-Jawa Timur
Catatan Redaksi Raja Ampat News
Kami Menerima Tulisan Anda.
Raja Ampat News hadir sebagai ruang informasi yang terbuka, jujur, dan membangun. Kami percaya bahwa kemajuan suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh kebijakan pemerintah, tetapi juga oleh partisipasi aktif masyarakat dalam menyampaikan gagasan, pendapat, dan narasi kehidupan di sekitarnya.
Oleh karena itu, Raja Ampat News menerima kiriman tulisan dari siapa saja — termasuk aparatur sipil negara (ASN), guru, mahasiswa, jurnalis warga, pegiat pariwisata, tokoh adat, hingga masyarakat umum yang ingin berbagi cerita dan gagasan untuk kemajuan Raja Ampat.
Tulisan dapat berupa:
- Opini atau esai seputar isu sosial, budaya, pendidikan, pelayanan publik, dan pembangunan daerah.
- Feature dan kisah inspiratif dari kampung, laut, pulau, atau sosok-sosok hebat yang patut diteladani.
- Artikel pariwisata dan lingkungan yang memperkenalkan keindahan dan kearifan lokal Raja Ampat.
- Catatan perjalanan, resensi buku, maupun puisi dan prosa singkat yang mencerminkan semangat literasi.
Tulisan yang masuk akan melalui proses kurasi dan penyuntingan redaksi. Penulis bertanggung jawab penuh atas isi tulisan dan wajib memastikan bahwa karya tersebut bukan plagiarisme serta tidak mengandung unsur SARA, hoaks, maupun ujaran kebencian. Khusus ASN, kami mendorong agar setiap tulisan tetap menjaga etika profesi dan tidak mewakili institusi secara resmi, kecuali atas nama lembaga.
Kirim tulisan Anda ke:
đź“§ rajaampatnews123@gmail.com
Subjek email: KIRIM TULISAN – [Judul Tulisan]
Cantumkan juga biodata singkat dan kontak narahubung.
Bersama Raja Ampat News, mari kita narasikan harapan, menjaga ingatan, dan membangun masa depan. Karena setiap cerita dari tanah surga ini layak dibaca dunia.
Salam Redaksi,
Raja Ampat News – Menyuarakan Papua dari jantung Segitiga Karang Dunia. Aktual & terpercaya.