Mikiran, RajaAmpatNews – Sebuah langkah berani dilakukan masyarakat Kampung Dibalal, Distrik Kofiau, Kabupaten Raja Ampat. Dalam upaya menekan peredaran dan konsumsi minuman keras (miras) yang semakin meresahkan, para tokoh adat dan gereja setempat telah memberlakukan sasi terhadap minuman beralkohol. Larangan adat ini diberlakukan bagi seluruh warga, meliputi pelarangan penjualan dan konsumsi miras selama jangka waktu tertentu.
“Kami di Dibalal sudah ada sasi minuman keras. Ini sudah berjalan satu bulan,” ungkap Yosafat Ambrauw saat ditemui RajaAmpatNews di Mikiran pada 4 Agustus 2025.
Langkah ini tidak hanya menjadi pernyataan moral, tetapi juga bentuk nyata dari perlawanan terhadap salah satu ancaman sosial terbesar yang kini mengintai masyarakat—baik di Raja Ampat maupun di Papua secara umum. Minuman keras, terutama dalam bentuk ilegal dan oplosan, telah menjadi pemicu berbagai persoalan serius seperti kekerasan dalam rumah tangga, konflik antarwarga, kecelakaan lalu lintas, hingga kematian.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa alkohol menyebabkan lebih dari 2,6 juta kematian setiap tahun di seluruh dunia, dan menjadi penyebab utama kematian dini bagi kelompok usia muda. Konsumsi alkohol secara berlebihan terbukti merusak organ vital seperti otak, hati, dan jantung, serta meningkatkan risiko gangguan mental, kanker, dan berbagai penyakit kronis. Di Indonesia, meski konsumsi alkohol resmi terbilang rendah, sebagian besar yang beredar justru berasal dari produk ilegal yang tak hanya mematikan, tetapi juga sulit dikontrol peredarannya.
Di Papua, sejumlah regulasi telah diberlakukan untuk menekan konsumsi alkohol, seperti Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2013 dan keputusan Majelis Rakyat Papua yang menolak keberadaan miras di seluruh wilayah adat. Namun di lapangan, miras tetap beredar luas, bahkan masuk hingga ke pelosok kampung. Situasi ini memperkuat keyakinan bahwa pendekatan berbasis budaya dan kearifan lokal seperti sasi justru lebih efektif dalam menjangkau kesadaran masyarakat.
Apa yang dilakukan warga Kampung Dibalal menjadi contoh nyata bahwa kekuatan perubahan bisa lahir dari akar. Ketika masyarakat bersatu, dipimpin oleh para tokoh adat dan gereja, mereka mampu mengambil sikap tegas terhadap sesuatu yang mereka nilai merusak kehidupan bersama. Sasi bukan hanya simbol larangan, melainkan sebuah komitmen kolektif untuk menjaga generasi, melindungi masa depan, dan menciptakan ketertiban sosial yang berlandaskan nilai.
Yosafat Ambrauw menegaskan bahwa masyarakat Dibalal tidak ingin generasi muda mereka tumbuh dalam lingkungan yang dihancurkan oleh pengaruh alkohol. “Kami tidak mau masa depan anak-anak kami hancur karena miras. Karena itu kami sepakat hentikan dari sekarang,” ujarnya.
Ditemui di tempat terpisah, Babinsa Koramil 06 Kofiau, Kodim 1805 Raja Ampat, Muhamad Jafar Rumalean, juga menegaskan komitmen pihak TNI dalam upaya menumpas peredaran miras di wilayah Kofiau. “Kami selalu berusaha keras untuk menumpaskan hal itu, terutama bagi yang penjual-penjual, mau dari dalam Kofiau sendiri, begitupun dari luar. Kami tidak pernah ijinkan. Sesuai perintah dari Komando atas masalah minuman keras, mau jenis apa saja, kami harus tumpaskan,” ujarnya tegas.

Ia mengakui bahwa peredaran miras ilegal di Kofiau umumnya berasal dari luar wilayah dan dibawa masuk menggunakan kapal. “Untuk aparat tidak ada. Yang kalau penjualnya dari daerah luar/lain dan kami berupaya meredam masalah itu. Mereka masuk pakai kapal. Selama ini kami perketat pengawasan di kapal,” jelasnya.
Jafar Rumalean juga mengungkapkan bahwa jenis miras yang beredar di wilayah tersebut kebanyakan adalah miras lokal, seperti sopi, yang kerap menjadi sumber kekacauan di tengah masyarakat. Ia berharap lima kampung di Distrik Kofiau dapat saling bekerja sama dengan baik dalam memberantas miras agar tidak lagi terjadi hal-hal negatif di tengah masyarakat.
“Harapan kami agar lima kampung ini untuk ke depan saling kerja sama dengan baik untuk menumpaskan hal berupa minuman sehingga tidak terjadi lagi hal-hal negatif yang diinginkan masyarakat maupun semua kalangan di Kofiau ini,” pungkasnya.
Langkah yang diambil masyarakat Dibalal melalui sasi, diperkuat dengan dukungan aparat keamanan seperti Babinsa, menjadi sinyal bahwa perjuangan melawan miras harus melibatkan seluruh elemen. Jika masyarakat dan negara berjalan beriringan, maka cita-cita untuk menciptakan lingkungan yang sehat, aman, dan bermartabat bukanlah sesuatu yang mustahil. (RajaAmpatnews/Petrus Rabu)