Ruang Digital Bukan Tempat Buang Fitnah: Komdigi dan Pemda Raja Ampat Bergerak Bersama

banner 120x600

Waisai, RajaAmpatNews – Penyebaran konten negatif di ruang digital Raja Ampat kian meresahkan. Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah grup media sosial aktif menyebarkan informasi hoaks, ujaran kebencian bernuansa SARA, dan narasi provokatif yang berpotensi memecah belah masyarakat serta merongrong wibawa pemerintah. Salah satu yang disorot adalah grup Facebook “Opini Pileg Raja Ampat” yang memiliki lebih dari 9.100 pengikut dan kerap menjadi wadah unggahan opini liar tanpa verifikasi.

Situasi ini mendorong berbagai elemen—pemerintah daerah, DPRD, aparat TNI-Polri, hingga tokoh agama dan adat—untuk bersuara lantang dan menuntut pengendalian yang lebih tegas terhadap ruang digital.

Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Raja Ampat, Adam Malik, dalam notulen rapat dan rencana aksi yang diterima redaksi RajaAmpatNews pada Minggu, 20 Juli 2025, menjelaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Raja Ampat telah menggelar audiensi khusus bersama Direktorat Pengendalian Ruang Digital dan Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital, Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia (Komdigi RI) pada Jumat, 18 Juli 2025. Pertemuan itu menjadi forum penting untuk membahas arah kebijakan pengawasan konten digital sekaligus menyusun langkah konkret dalam menangkal penyebaran informasi yang menyesatkan.

Ketua Tim Pengendalian Ruang Digital Komdigi RI, Sofian Kurniawan, menyampaikan keprihatinan mendalam atas masifnya konten berbahaya yang beredar, terutama yang mengandung kebohongan sistematis, hasutan politik menjelang Pemilu, serta ujaran yang memicu konflik antarwarga. Komdigi menegaskan bahwa setiap laporan masyarakat akan dianalisis secara digital forensik, dan jika terbukti melanggar, konten tersebut langsung diusulkan untuk diturunkan oleh platform terkait seperti Facebook atau WhatsApp, dengan bukti tangkapan layar sebagai dasar pendukung.

Audiensi juga menegaskan pentingnya peran aktif pemerintah daerah dalam menyampaikan klarifikasi atas informasi hoaks yang menyerang institusi negara. Klarifikasi ini menjadi landasan hukum untuk mengusulkan pemblokiran terhadap akun-akun penyebar disinformasi kepada penyedia platform digital. Khusus untuk akun yang menyebarkan opini bermuatan kebencian atau hoaks politik menjelang Pemilu, proses pelaporan dan pemblokiran akan dipercepat guna meminimalkan potensi konflik sosial.

Sebagai bagian dari upaya percepatan respons, Pemda Raja Ampat akan mengelola layanan aduan masyarakat melalui nomor tunggal 112. Kanal pelaporan ini dirancang agar masyarakat bisa menyampaikan laporan dengan mudah dan langsung terhubung dengan tim analisis pusat. Seluruh laporan dalam bahasa daerah akan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia agar dapat diproses secara akurat oleh Komdigi.

Sinergi antarpihak pun diperkuat—antara pemda, aparat keamanan, legislatif, dan Komdigi RI—untuk membangun sistem pemantauan yang lebih komprehensif terhadap lalu lintas informasi di media sosial dan platform digital lainnya. Tak hanya pengawasan dan penindakan, edukasi publik juga menjadi pilar penting strategi ini. Masyarakat didorong untuk lebih bijak dalam bermedia sosial, memahami risiko hukum dari menyebarkan hoaks, serta aktif memanfaatkan kanal pelaporan resmi.

Langkah-langkah ini merupakan bagian dari upaya menjaga ketertiban sosial dan keutuhan nasional di tengah era digital, khususnya di daerah dengan keragaman budaya dan dinamika sosial seperti Raja Ampat. Komdigi RI menegaskan bahwa ruang digital bukan sekadar ruang ekspresi, tetapi juga ruang tanggung jawab bersama—yang harus dijaga dari ujaran yang merusak kedamaian dan persatuan bangsa.

Ketua Tim Pengendalian Ruang Digital Komdigi RI, Sofian Kurniawan menyampaikan keprihatinan mendalam atas maraknya konten berbahaya yang beredar, terutama yang memuat kebohongan sistematis, hasutan politik menjelang Pemilu, dan ujaran yang memicu konflik antarwarga. Komdigi menegaskan bahwa setiap laporan masyarakat yang masuk akan dianalisis secara digital forensik. Jika ditemukan bukti pelanggaran, konten tersebut akan langsung diusulkan untuk diturunkan kepada platform digital terkait, seperti Facebook atau WhatsApp, dengan menyertakan bukti tangkapan layar sebagai dokumen pendukung.

Dalam audiensi itu juga ditegaskan pentingnya peran aktif Pemda dalam mengklarifikasi informasi hoaks yang menyerang institusi pemerintah. Klarifikasi ini akan menjadi pijakan hukum dalam mengusulkan pemblokiran akun-akun penyebar disinformasi kepada pengelola platform digital. Terhadap akun yang terindikasi menyebarkan opini bernuansa kebencian atau hoaks menjelang Pemilu, proses pelaporan dan pemblokiran akan dipercepat guna mencegah dampak sosial yang lebih luas.

Untuk memperkuat respons cepat terhadap laporan konten negatif, Pemda Raja Ampat akan mengelola langsung layanan aduan masyarakat melalui nomor tunggal 112. Layanan ini dirancang sebagai jalur pelaporan yang terintegrasi dan dapat diakses masyarakat luas. Dalam proses ini, aduan yang disampaikan dalam bahasa daerah akan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia untuk memastikan kejelasan analisis oleh tim pusat Komdigi.

Komitmen bersama juga dibangun untuk memperkuat sinergi antara pemda, aparat keamanan, legislatif, dan Direktorat Pengendalian Ruang Digital. Tujuannya adalah membentuk sistem pemantauan yang lebih solid terhadap arus informasi di media sosial maupun platform digital lainnya. Selain pengawasan dan penindakan, edukasi publik juga menjadi bagian penting dari strategi ini. Masyarakat didorong untuk lebih bijak dalam bermedia sosial, memahami konsekuensi hukum dari menyebarkan hoaks, serta aktif memanfaatkan kanal resmi aduan.

Langkah-langkah ini merupakan bagian dari upaya besar menjaga integrasi nasional dan ketertiban sosial di era digital, khususnya di daerah yang memiliki keanekaragaman sosial budaya tinggi seperti Raja Ampat. Komdigi RI menegaskan bahwa ruang digital adalah bagian dari ruang hidup bangsa yang harus dijaga, diawasi, dan dibersihkan dari konten-konten yang merusak kedamaian bersama.

Writer: Petrus Rabu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You cannot copy content of this page