Waisai, RajaAmpatNews β Upaya mediasi antara Dewan Adat Suku (DAS) Kafdarun dan DAS Bata terkait insiden kandasnya kapal KM Velocity di perairan Pulau Way, Kampung Arefi, Distrik Batanta Utara kembali menemui jalan buntu. Mediasi yang difasilitasi oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Raja Ampat pada Jumat, 25/7/2025, terpaksa berakhir tanpa kesepakatan.
Rapat mediasi yang berlangsung di ruang rapat Dinas Lingkungan Hidup itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya yang ditunda karena ketidakhadiran pihak DAS Kafdarun. Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Marthen Luther Bartholomeus, ST., M.Si, memimpin langsung pertemuan tersebut dan menekankan pentingnya penyelesaian masalah dengan kepala dingin dan hati terbuka.
“Kami berharap kedua pihak bisa menyampaikan kesepakatan demi kemajuan proses penyelesaian ini. Tapi kalau memang belum ada titik temu, maka sebaiknya dikembalikan dulu ke masyarakat adat,” ujar Marthen.
Hingga akhir rapat, kedua DAS tetap bertahan pada posisi masing-masing dan tidak ada kesepakatan yang dicapai. Pemerintah pun memutuskan untuk mengembalikan penyelesaian masalah ke tingkat masyarakat adat agar dapat ditindaklanjuti kembali secara resmi.
Dalam keterangannya usai rapat, Marthen menyampaikan bahwa proses penyelesaian saat ini masih berada dalam tahap verifikasi. Tahap klarifikasi hanya bisa dilakukan jika ada kesepakatan dari masyarakat terdampak mengenai pihak mana yang bertanggung jawab atas ganti rugi.

“Awalnya kami berharap bisa melanjutkan ke tahapan berikut, tapi karena belum ada kesepakatan dari kedua DAS, maka kami arahkan penyelesaiannya ke masyarakat adat terlebih dahulu. Nanti hasilnya disampaikan kembali kepada kami untuk ditindaklanjuti,” jelasnya.
Ia juga menanggapi pernyataan dari pihak DAS Bata yang menyatakan secara lisan menyerahkan sepenuhnya penyelesaian masalah kepada DAS Kafdarun. Menurutnya, pernyataan tersebut tidak dapat dijadikan pegangan resmi jika tidak disertai dokumen tertulis.
“Kalau hanya disampaikan secara lisan, tidak bisa jadi dasar hukum. Kita butuh pernyataan tertulis agar bisa menjadi pegangan dan menghindari konflik atau komplain di kemudian hari,” tegas Marthen.
Sementara itu, terkait kondisi kapal KM Velocity yang saat ini masih mengapung dan belum dapat beroperasi, pihak perusahaan kapal telah menyurati tiga instansi, yakni Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), Dinas Lingkungan Hidup, dan Polisi Perairan (Polair). Marthen menyebut pihaknya masih perlu berkoordinasi dengan dua instansi lainnya ini untuk menentukan apakah kapal tersebut layak beroperasi kembali atau tidak.
“Kami ingin tahu dari KSOP apakah kapal ini melanggar aturan pelayaran, dan dari Polair apakah ada aspek hukum yang dilanggar. Kalau semuanya sesuai, maka kami bisa mengeluarkan rekomendasi untuk operasional kapal,” ungkapnya.
Dinas Lingkungan Hidup juga telah melakukan pengukuran langsung di lapangan dan menunggu hasil dari tim ahli terkait luasan kerusakan dan nilai kerugiannya. Ia berharap proses ini bisa segera rampung agar kapal tidak terus tertahan, mengingat pihak perusahaan telah menunjukkan itikad baik untuk melakukan ganti rugi.
“Kasihan juga pihak kapal, mereka sudah nyatakan bersedia untuk bertanggung jawab. Kalau semua sudah sesuai prosedur dan layak jalan, ya silakan beroperasi kembali,” pungkasnya.