KPK dan Pemda Raja Ampat Lakukan Monitoring Resort: Temuan Izin Belum Lengkap dan Pajak Daerah Menunggak

Ket: Tim Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia bersama Pemerintah Kabupaten Raja Ampat melakukan monitoring langsung ke sejumlah resort wisata di Raja Ampat, Jumat (1/8/2025)/Foto: Raja Ampat News
Ket: Tim Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia bersama Pemerintah Kabupaten Raja Ampat melakukan monitoring langsung ke sejumlah resort wisata di Raja Ampat, Jumat (1/8/2025)/Foto: Raja Ampat News
banner 120x600

Waisai, Raja Ampat News — Tim Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia bersama Pemerintah Kabupaten Raja Ampat melakukan monitoring langsung ke sejumlah resort wisata di Raja Ampat-Papua Barat Daya, Jumat (1/8/2025).

 Kegiatan ini bertujuan memastikan kepatuhan pelaku usaha terhadap regulasi perizinan serta kewajiban perpajakan daerah yang menjadi bagian penting dari tata kelola pemerintahan bersih dan akuntabel.

Monitoring dimulai di PT. Papua Diving, salah satu pelaku usaha wisata pionir di Raja Ampat. Tim menemukan sejumlah persoalan administratif yang belum terselesaikan. Kepala DPMPTSP Raja Ampat, M. Said Soltief, menyampaikan bahwa berdasarkan laporan OSS dan LKPM, status kegiatan usaha Papua Diving masih tercatat dalam tahap konstruksi.

Padahal, operasional resort telah berjalan secara aktif dengan fasilitas penginapan dan restoran. Pelaporan kegiatan investasi juga tidak mencantumkan omzet, serta status kegiatan di sistem OSS masih sebagai ‘dive center’. Selain itu, dokumen Amdal yang digunakan sejak 2013 tidak sesuai lagi dengan lokasi dan pengembangan resort saat ini, dan dokumen PKKPR Laut belum ditemukan dalam sistem.

Menanggapi hal ini, Manager Papua Diving, Septian, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengurus sejumlah dokumen perizinan secara aktif, namun mengakui ada beberapa kekurangan yang belum terselesaikan. Ia menjelaskan bahwa dokumen UKL-UPL sebenarnya telah mencakup lokasi baru meskipun tampak terpisah, dan selama ini pihaknya telah berkoordinasi baik dengan pemerintah pusat maupun daerah dalam proses perizinan.

 Ia juga menyebutkan bahwa pihaknya telah memperoleh rekomendasi dari Gubernur Papua Barat Daya terkait pemanfaatan kawasan, serta telah memiliki dokumen PKKPR darat. Namun untuk PKKPR Laut, hingga kini belum diperoleh karena menurut informasi yang mereka terima dari tim teknis DPMPTSP, saat ini belum tersedia sistem atau prosedur pengurusan PKKPR Laut untuk jenis usaha wisata seperti mereka. Hal inilah yang menjadi hambatan teknis tersendiri dalam melengkapi dokumen tersebut.

Septian menambahkan bahwa pihaknya siap menyelesaikan semua kekurangan dokumen melalui dialog bersama dinas teknis. Ia juga menegaskan bahwa Papua Diving tidak pernah menolak membayar pajak. Selama ini, mereka telah membayar pajak pusat melalui mekanisme PPN sejak tahun 2005, dan juga membayar ke daerah. Namun belakangan, dengan terbitnya Perda Nomor 5 Tahun 2023 tentang Biro Perjalanan Wisata, mereka merasa kebingungan karena potensi terjadinya pembayaran pajak ganda—ke pusat dan ke daerah—untuk jenis jasa yang sama. Ia menyatakan pihaknya telah mengirimkan surat ke Pemda Raja Ampat untuk meminta konfirmasi sebagai dasar penjelasan mereka kepada otoritas pajak pusat.

Menurut Septian, hambatan yang muncul bukan disebabkan oleh keengganan membayar pajak maupun mengurus izin, melainkan karena adanya perbedaan klasifikasi usaha dan kurangnya kejelasan sistem yang tersedia. Ia berharap ada kejelasan dan kolaborasi yang konstruktif antara pelaku usaha dan pemerintah daerah untuk menyelesaikan semua kendala.

Sekretaris Daerah Raja Ampat, Yusuf Salim, menegaskan bahwa pemerintah daerah hadir dalam kapasitas sebagai mitra dunia usaha, namun juga bertanggung jawab kepada publik dan lembaga pengawas seperti KPK. Ia meminta agar seluruh perizinan dan kewajiban pajak diselesaikan sesuai ketentuan agar tidak ada kesan pembiaran dari pemerintah daerah. Ia juga menyoroti adanya tunggakan pajak daerah yang belum dilunasi.

Ketua Satgas KPK Wilayah V, Dian Patria, menyampaikan bahwa KPK hadir mendampingi pemda untuk memastikan kepatuhan dua arah—baik pemerintah maupun pelaku usaha. Ia mengungkapkan bahwa Papua Diving dalam suratnya ke pemerintah menyebut diri sebagai biro perjalanan wisata, bukan hotel dan restoran. Hal ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk tidak membayar pajak daerah atas layanan penginapan dan restoran, padahal di lapangan ditemukan adanya tamu menginap dan fasilitas restoran yang beroperasi. KPK meminta agar pajak pusat tetap dibayarkan, namun pajak daerah yang relevan juga tidak diabaikan.

Setelah monitoring di Papua Diving, Tim Satgas KPK dan Pemerintah Daerah melanjutkan kegiatan serupa di resort Papua Explorers yang berlokasi di Kampung Kurkapa, Distrik Meosmanswar. Dalam kunjungan tersebut, tim kembali menekankan pentingnya penyelesaian tunggakan pajak daerah sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat. Pelaku usaha diminta agar segera memenuhi seluruh kewajiban pajak sebagai bagian dari kontribusi terhadap pembangunan daerah dan komitmen terhadap pengelolaan destinasi wisata yang berkelanjutan dan transparan.

Monitoring ini diikuti oleh unsur Satgas KPK dari bidang pencegahan dan penindakan, serta jajaran Pemda Raja Ampat seperti Sekda Raja Ampat, Dr. Yusuf Salim, M.Si, Kepala Inspektur Raja Ampat, Muhidin Tafalas, S.Hut, M.Si, Kepala , DPMPTSP, BP2RD, dan pegawai dari Inspektorat dan BPRRD Raja Ampat. Kegiatan ini akan terus berlanjut ke pelaku usaha lainnya sebagai langkah konkret pemerintah dan KPK dalam memastikan tertib administrasi, legalitas usaha, dan keadilan dalam kewajiban perpajakan di wilayah strategis Raja Ampat.

Writer: Petrus Rabu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You cannot copy content of this page