KOTA SORONG, RajaAmpatNews– Kementerian Dalam Negeri menegaskan bahwa mulai tahun 2025, kebijakan penanganan stunting akan dibuat lebih sederhana namun tetap terukur.
Hal itu disampaikan Muhammad Jumhadi M.AP selaku Planning and Budgeting Specialist Direktorat SUPD III Ditjen Bina Bangda Kemendagri dalam paparannya dengan materi berjudul “Arah Kebijakan dan Strategi Pelaksanaan Aksi Konvergensi dalam Upaya Pencegahan dan Percepatan Penurunan Stunting” pada kegiatan Penilaian Kinerja Kabupaten/Kota terkait 8 Aksi Penurunan Stunting Tahun 2024yang digelar di Hotel Rylich Panorama, Kota Sorong, Jumat (22/8/2025).

Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan Pemerintah Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Raja Ampat, Sorong Selatan, Maybrat, dan Tambrauw, termasuk Bupati Raja Ampat, Orideko I. Burdam, S.IP, MM, M.Ec.Dev, serta Wakil Bupati Sorong, H. Ahmad Sutedjo, S.Pd.
Dalam paparannya, Muhammad Jumhadi menjelaskan bahwa melalui keputusan Menteri Dalam Negeri yang ditandatangani pada 17 Maret 2025, istilah “8 aksi konvergensi stunting” tidak lagi digunakan. Mekanisme penanganan dibuat lebih sederhana agar lebih fokus pada intervensi layanan langsung di daerah.
“Kalau sebelumnya banyak kegiatan yang sifatnya seremonial, studi banding, maupun pelatihan-pelatihan, kini itu dihilangkan karena sudah cukup. Fokus kita sekarang adalah memastikan inovasi kegiatan dan intervensi layanan benar-benar dibangun oleh daerah,” jelasnya.
Ia menegaskan, sejak 2023 isu stunting telah menjadi prioritas nasional dan bahkan diwajibkan masuk hingga ke level desa. Karena itu, tahun 2025 intervensi diarahkan agar lebih praktis namun kuat dalam pengawasan.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya di mana hanya kabupaten/kota yang dinilai oleh provinsi, mulai 2025 mekanisme evaluasi akan dilakukan secara berjenjang.

“Provinsi dinilai, kabupaten/kota juga dinilai, bahkan kecamatan atau distrik ikut dinilai. Ini penting supaya semua tingkatan pemerintahan bergerak bersama,” ungkapnya.
Lebih lanjut, evaluasi berbasis data juga akan diperkuat. Ada dua jenis data yang digunakan: data perencanaan dan anggaran yang diisi oleh provinsi serta kabupaten/kota, dan data sasaran berbasis distrik.
“Mungkin terkesan repot, tetapi kita tahu distrik juga merupakan perangkat daerah yang penting. Justru dengan sistem ini, data bisa lebih akurat dan intervensi tepat sasaran,” tambahnya.
Muhammad Jumhadi berharap, dengan penyederhanaan mekanisme serta penguatan evaluasi berjenjang, pemerintah daerah lebih mudah menerapkan strategi percepatan penurunan stunting.
“Walaupun dibuat sederhana, justru prosesnya lebih kuat dan jelas. Kita ingin semua pihak dapat mengaplikasikan dengan baik,” pungkasnya. (Petrus Rabu)