Waisai, RajaAmpatNews– Pemerintah Kabupaten Raja Ampat menegaskan bahwa seluruh kebijakan bantuan pendidikan yang diberikan pemda hanya berlaku bagi warga yang benar-benar berstatus dan menempuh pendidikan di wilayah Raja Ampat.
Hal ini disampaikan Bupati Raja Ampat, Orideko Iriano Burdam, S.IP., M.M., M.Ec.Dev., saat membuka Focus Group Discussion (FGD) Pendataan dan Penginputan Database Orang Asli Papua (OAP) di Aula Bappeda Raja Ampat, Kamis (14/8/2025).
FGD yang mengangkat tema “Percepatan Pendataan OAP yang Valid dan Terintegrasi dalam Mewujudkan Kebijakan Afirmatif yang Strategis Guna Kesejahteraan dan Pembangunan Berkelanjutan di Kabupaten Raja Ampat” ini diselenggarakan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Raja Ampat Tahun 2025.
Kegiatan tersebut turut dihadiri oleh Sekda Raja Ampat, pimpinan OPD, anggota DPRK, unsur Forkopimda, Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat Daya, tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, lurah, kepala kampung, kepala distrik, serta para fasilitator FGD.

Dalam sambutannya, Bupati Orideko menegaskan bahwa bantuan pendidikan dari Pemda Raja Ampat tidak dibedakan berdasarkan status OAP maupun non-OAP, melainkan berdasarkan keterikatan pendidikan di wilayah Raja Ampat.
“Tidak ada perbedaan OAP dan non-OAP. Selama lahir, besar, dan bersekolah sampai SMA/SMK di Raja Ampat, mereka adalah anak Raja Ampat dan berhak menerima bantuan dari pemerintah,” tegasnya.
Bupati memberi contoh, apabila orang tua berdomisili di Raja Ampat namun menyekolahkan anaknya di luar daerah, seperti di Sorong, maka anak tersebut tidak memenuhi syarat menerima bantuan pendidikan dari Pemda Raja Ampat.
“Kalau sekolah di Sorong, lalu tiba-tiba mau kuliah dan datang minta bantuan, itu tidak bisa. Kecuali dia tamat SMA/SMK di Raja Ampat, barulah dia berhak,” ujarnya.
Menurut Bupati, aturan ini penting untuk memastikan bantuan tepat sasaran dan mendorong peningkatan kualitas pendidikan lokal. Ia menekankan bahwa kepemilikan KTP Raja Ampat menjadi syarat mutlak bagi penerima bantuan.
“Kalau tidak punya KTP Raja Ampat, meski punya dusun di sini, kami tidak bisa layani. Status kependudukan yang jelas menunjukkan bahwa dia memang warga Raja Ampat,” katanya.
Bupati juga menyoroti fenomena orang tua yang bekerja di Raja Ampat tetapi menyekolahkan anaknya di luar daerah. Hal ini, menurutnya, menyebabkan dana bantuan justru mengalir ke daerah lain, sementara kontribusi terhadap pendidikan di Raja Ampat menjadi berkurang.
Dengan pendataan yang valid dan terintegrasi, Pemda berharap kebijakan afirmatif dapat dijalankan secara adil, strategis, dan mendukung kesejahteraan serta pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Raja Ampat.