“Belajar dari Maria, Menjadi Pribadi yang Tahu Berbagi”

banner 120x600

Renungan Mingguan (Minggu, 10 Agustus 2025)

Oleh: Pastor Ardus Endi*

Saudara/-i, yang terkasih dalam Kristus Tuhan. Pada hari ini, Gereja Katolik universal merayakan Hari Raya St. Perawan Maria Diangkat Ke Surga. Gereja Katolik menempatkan bacaan-bacaan suci dengan bertitik fokus pada pewartaan tentang karya keselamatan Allah melalui Sta. Perawan Maria.

Injil-Injil sinoptik mencatat bahwa Maria adalah seorang gadis desa nan sederhana. Ia berasal dari latar belakang keluarga yang sederhana pula. Seperti kebanyakan perempuan seusianya, Maria adalah orang biasa dan tidak memiliki status sosial yang mentereng. Meski demikian, ia justru mendapat tempat istimewa di hati Allah.

Ia kemudian dipilih Allah menjadi Ibu bagi Yesus. Allah memilih Maria dan menjadikan rahimnya sebagai lokus utama sekaligus tempat istimewa bagi terlaksananya peristiwa inkarnasi, penjelmaan sabda menjadi daging. Misteri besar ini mulai tersingkap ketika Malaikat Gabriel berjumpa dengan Maria di Kota Nazareth. Kisah ini telah dilukiskan secara indah oleh Penginjil Lukas dalam perikop Luk. 1:26-38. 

“Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus” (Luk. 1:31) demikian isi kabar Malaikat Gabriel kepada Maria. 

Pada bagian akhir dari narasi perjumpaan itu, Maria menjawab: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan. Terjadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk. 1:38).

Jawaban yang disampaikan Maria kepada Malaikat Gabriel hendak memperlihatkan kesiapsediaannya untuk memikul tanggung jawab dan kepercayaan yang besar dari Allah. Dan persis inilah yang menjadi titik awal dari keseluruhan narasi keselamatan yang dibentangkan dalam konteks dunia Perjanjian Baru. 

Maria menjadi sosok penting dan bahwa seluruh hidupnya dibaktikan kepada Allah. Ia sungguh-sungguh hadir sebagai sosok Ibu bagi Yesus yang taat dan setia baik dalam suka maupun dalam duka. Totalitas dan pemberian diri yang purna inilah pada akhirnya Maria menerima anugerah dari Allah sendiri. Jiwa dan raganya diangkat ke Surga dan masuk dalam kemuliaan Allah di surga.

Saudara/-i, yang terkasih dalam Kristus Tuhan. Apa pesan penting bagi kita melalui perayaan iman hari ini? Terinspirasi dari keseluruhan narasi bacaan suci hari ini, hemat saya, ada satu ajakan penting bagi kita yakni menjadi pribadi yang tahu berbagi. Kita semua, tanpa terkecuali sesungguhnya telah dipilih dan dipanggil oleh Allah untuk menjadi penyalur rahmat-Nya kepada sesama. 

Dalam berbagai profesi dan aneka tugas pelayanan kita masing-masing, Allah sebetulnya sejak semula menghendaki agar kita semua senantiasa menjadi bentara kasih-Nya  kepada sesama. Sebagai bentara kasih Allah, kita diajak selalu peduli dan terus berbagi dengan siapa saja yang kita jumpai, entah kapan dan di mana saja kita berada.

Dalam hubungannya dengan ini, mari kita bercermin diri pada St. Perawan Maria. Dalam kisah Injil hari ini, kita mendengar bahwa setelah Maria menerima rahmat dan berkat dari Allah, berupa kabar sukacita dari Malaikat Gabriel, ia dengan sigap pergi dan bergegas mengunjungi Elisabeth, saudaranya. Tindakan Maria ini memperlihatkan kepada kita tentang komitmennya untuk berbagi rahmat dan sukacita kepada sesama. Rahmat dan sukacita yang diterimanya dari Allah tidak hanya menjadi konsumsi pribadi, tetapi juga dibagikan kepada sesama.

Seperti yang terungkap jelas dalam narasi Injil hari ini, untuk sampai ke rumah Elisabeth di pegunungan Yehuda,Maria butuh perjuangan. Ia rela menempuh perjalanan yang jauh dan dilaluinya dengan berjalan kaki. Kerikil tajam, tanjakan dan belokan di setiap bukit menghiasi perjalanannya. Namun, aneka tantangan itu, ternyata tidak membuat Maria patah semangat. Ia terus berjalan, pantang mundur. 

Maria tidak memperhitungkan seberapa banyak tenaga dan energi yang terkuras sepanjang perjalanan. Ia juga tidak menghitung seberapa banyak bukit yang didakinya dan seberapa banyak lembah yang dilaluinya dalam perjalanan. Ia juga tidak peduli seberapa banyak waktu yang dihabiskan hingga ia tiba di rumah Elisabeth. Maria terus berlangkah dan tetap setia pada misi mulianya untuk membagikan rahmat itu kepada saudaranya, Elisabeth. 

Dan pada akhirnya, perjumpaan antara Maria dan Elisabeth ternyata tidak hanya mendatangkan sukacita bagi keduanya, tetapi juga dialami oleh anak yang sedang di dalam rahim Elisabeth. Hal ini secara terang-terangan diungkapkan oleh Elisabeth: “Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai di telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan” (Luk. 1:44).

Saudara/-i, yang terkasih dalam Kristus Tuhan. Untuk menjadi pribadi yang tahu berbagi,  kita perlu belajar dari pribadi Maria. Kita butuh komitmen yang kuat seperti Maria. Sebab kita harus melawan tantangan yang tidak sedikit. Aneka tantangan itu lebih banyak bersumber dari dalam diri, antara lain misalnya, sikap egois.  

Kita seringkali terlalu peduli dan terus berselfi pada diri sendiri lalu lupa melihat kondisisesama. Motivasi untuk berbagi juga kerapkali dihalangi oleh rasa dendam, dengki dan iri hati. Orang Papua bilang: “kalo hati su ta iris, jang harap ko dapat kasi meski ko mengemis deng cara menangis” (kalau hati sudah tersakiti, jangan berharap untuk mendapatkan donasi meski diminta dengan cara menangis). Selain itu, kita seringkali enggan untuk berbagi lantaran kita selalu membuat kalkulasi untung-rugi.

Saudara/-i, yang terkasih dalam Kristus Tuhan.Terinsipirasi dari bacaan-bacaan suci hari ini, semoga kita bisa seperti Bunda Maria, berani mengedepankan misi untuk selalu peduli dan terus berbagi tanpa harus membuat kalkulasi yang bertubi-tubi. Kita harus berani menyingkirkan“kerikil-kerikil” yang ada dalam diri yang kerapkali merintangi kita untuk berdonasi. Hanya dengan cara itu, kita hadir sebagai bentara kasih Allah di hadapan sesama.

Tuhan senantiasa memberkati kita semua. Amin.                  

*Penulis adalah pengajar di Seminar Petrus van Diepen-Kabupaten Sorong

You cannot copy content of this page