Waisai, RajaAmpatNews – Kementerian Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia menggelar audiensi bersama Pemerintah Daerah Raja Ampat di Aula Wayag, Senin (22/9/2025).
Kegiatan ini dipandu oleh Asisten III Bidang Pemerintahan Kabupaten Raja Ampat, Ferdinand Rumsowek, SKM., M.Kes., dan dihadiri langsung oleh Dirjen Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Munafrizal Manan, S.H., S.Sos., M.Si., M.IP., beserta staf, serta sejumlah pimpinan OPD Kabupaten Raja Ampat.
Audiensi tersebut menjadi ruang terbuka bagi pemerintah daerah untuk menyampaikan persoalan-persoalan krusial yang berkaitan dengan izin tambang, kewenangan daerah kepulauan, hingga hak masyarakat atas pendidikan, lingkungan, dan pekerjaan.
Kepala Bagian Ortala Raja Ampat, Ricardo Umkeketony, menyoroti persoalan izin tambang yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan di daerah.
“Izin yang keluar dari pusat menimbulkan banyak masalah di lapangan. Dampak negatifnya justru dirasakan langsung oleh masyarakat Raja Ampat. Hilangnya lapangan kerja, terganggunya pendidikan anak-anak, hingga lumpuhnya aktivitas pariwisata adalah kenyataan yang kami hadapi,” tegas Ricardo.
Ia meminta Kemenkumham dapat memposisikan diri untuk memperjuangkan keadilan bagi daerah kepulauan seperti Raja Ampat, termasuk dalam hal kebijakan otonomi yang masih diberlakukan secara seragam tanpa mempertimbangkan kondisi geografis kepulauan.
Sekretaris Dinas Pendidikan, Stenly Sauyai, S.Pd., M.Si., menambahkan bahwa faktor perizinan juga menghambat pembangunan sekolah rakyat dan fasilitas pendidikan di Raja Ampat.
“Kami sudah mengurus seluruh izin, tetapi terbentur status kawasan hutan dan cagar alam. Padahal ini untuk hak dasar anak-anak kami. Kami berharap Kemenkumham memfasilitasi komunikasi dengan kementerian dan DPR agar masalah pendidikan dan pembangunan bisa diselesaikan secara komprehensif,” ujarnya.

Menanggapi berbagai aspirasi, Dirjen Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Munafrizal Manan, menyampaikan apresiasi atas keterbukaan pemerintah daerah dan masyarakat. Ia menegaskan perlunya keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dengan keberlanjutan lingkungan dan hak masyarakat.
Munafrizal mencontohkan pengalaman buruk di Bali dan Kalimantan yang menghadapi dampak serius akibat eksploitasi tambang dan pariwisata.
“Raja Ampat jangan sampai hanya menjadi penonton dari kekayaan alamnya sendiri. Perlu ada roadmap 15 hingga 25 tahun ke depan agar pengelolaan sumber daya alam benar-benar berpihak pada manusia dan lingkungan,” ungkapnya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Lowisa Herlina Burdam, mengungkapkan pihaknya hanya mampu memberikan pelatihan keterampilan seperti diving dan perbengkelan mesin bagi 350 karyawan yang terkena PHK akibat penutupan tambang.
“Kami terbatas hanya bisa memberi pelatihan, tetapi perlu solusi yang lebih besar agar mereka bisa tetap bekerja dan hidup layak,” jelasnya.
Diskusi berkembang pada isu kewenangan laut yang sepenuhnya diambil alih pusat, membuat pemerintah daerah kesulitan menarik retribusi dan mengelola potensi laut. Pemkab Raja Ampat berharap ada pendekatan khusus (asimetris) dalam otonomi daerah kepulauan agar tercipta keadilan.
Munafrizal menegaskan bahwa masukan dari Raja Ampat akan menjadi bahan penting bagi Kemenkumham dalam mendorong kebijakan lintas sektor, termasuk dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup, hingga DPR RI.
Munafrizal menegaskan komitmen kementeriannya untuk membawa suara Raja Ampat ke tingkat pusat.
“Kami kini memiliki gambaran jelas tentang situasi di Raja Ampat. Selanjutnya akan kami bahas secara internal untuk mencari langkah konkret,” pungkasnya.
Kegiatan ditutup dengan penyerahan plakat sebagai cenderamata dari Pemerintah Kabupaten Raja Ampat kepada Kemenkumham, serta foto bersama seluruh peserta audiensi.
Writer: Agustinus Guntur II Editor: Petrus R