Ketua GEMPHA PBD Desak Penertiban Kapal Ikan di Perairan Raja Ampat

banner 120x600

Kota Sorong, RajaAmpatNews – Ketua Generasi Muda Pejuang Hak Adat Papua (GEMPHA) Papua Barat Daya, Rojer Mambraku, menyuarakan keprihatinan serius terhadap maraknya aktivitas kapal penangkap ikan, termasuk bagan, yang beroperasi di wilayah perairan Raja Ampat. Ia meminta Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, khususnya melalui Dinas Perikanan, agar segera mengambil langkah tegas untuk menertibkan kapal-kapal tersebut demi menjaga keberlanjutan ekosistem laut dan masa depan pariwisata daerah.

Dalam pernyataannya, Rojer, yang juga merupakan alumni Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah (Unamin) Sorong, menilai bahwa aktivitas penangkapan ikan secara masif dan terus-menerus, terutama oleh kapal bagan dan Kapal Ikan lainnya yang beroperasi setiap malam, sangat membahayakan kelangsungan hayati laut Raja Ampat. Ia menyebutkan bahwa jenis ikan seperti ikan momar, lema, puri, dan beberapa jenis lainnya yang sering ditangkap merupakan spesies yang hidup secara berkelompok dan memiliki peran penting dalam mempercantik panorama bawah laut Raja Ampat.

“Bagan penangkap ikan itu setiap malam menangkap ikan, dan jenis ikan yang ditangkap ini seperti ikan momar, ikan lema serta ikan puri dan jenis-jenis ikan lainnya termasuk ikan Hiu. Nah, ikan-ikan inilah yang hidupnya bergerombolan di laut dan menjadi daya tarik utama dalam keindahan alam bawah laut Raja Ampat,” ujar Rojer dengan nada prihatin, Kamis,(7/8/2025).

Ia menegaskan bahwa bila praktik ini terus dibiarkan tanpa pengawasan ketat, maka ekosistem laut Raja Ampat yang selama ini menjadi daya tarik utama wisatawan dari seluruh dunia, bisa rusak dan berujung pada penurunan jumlah kunjungan wisatawan ke daerah konservasi ini.

Rojer juga mengimbau kepada Pemerintah Kabupaten Raja Ampat untuk berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat Daya, agar tidak mengeluarkan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIP) di wilayah perairan Raja Ampat. Ia mengingatkan bahwa wilayah Raja Ampat merupakan kawasan konservasi laut yang secara hukum wajib dilindungi dari aktivitas ekstraktif yang berlebihan.

“Wilayah Raja Ampat adalah kawasan konservasi yang dilindungi. Oleh karena itu, sangat tidak etis dan tidak bijak apabila izin penangkapan ikan terus dikeluarkan untuk wilayah ini. Pemerintah harus berpihak pada kelestarian alam dan masa depan generasi,” tegasnya.

Tak hanya soal penangkapan ikan, Rojer juga menyoroti sistem perpajakan dan distribusi hasil tangkapan laut dari Raja Ampat. Ia menyampaikan bahwa selama ini ikan hasil tangkapan dari perairan Raja Ampat dibawa dan didistribusikan ke Kota Sorong. Akibatnya, pajak yang dihasilkan dari penjualan ikan tersebut masuk ke Kota Sorong, bukan ke Raja Ampat sebagai daerah asal hasil laut tersebut.

“Raja Ampat yang punya ikan, tapi Kota Sorong yang terima pajak. Ini jelas tidak adil. Pemerintah segera bangun Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Raja Ampat agar semua kapal yang beroperasi wajib melakukan bongkar muat di TPI milik Pemda Raja Ampat,” kata Rojer dengan tegas.

Ia menilai bahwa keberadaan TPI yang representatif dan modern akan memberi manfaat ganda. Selain meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), TPI juga dapat menjadi pusat pengawasan distribusi hasil laut serta pengendalian terhadap praktik penangkapan ikan ilegal atau yang tidak ramah lingkungan.

Melalui seruan ini, Rojer Mambraku menegaskan bahwa para pemuda Papua, khususnya generasi muda pejuang hak adat, tidak tinggal diam melihat eksploitasi terhadap sumber daya alam mereka. Mereka menuntut adanya keberpihakan dan kebijakan tegas dari pemerintah daerah agar kekayaan laut Raja Ampat tetap lestari dan berkelanjutan.

“Ini bukan hanya soal ikan, tapi tentang masa depan orang Papua, masa depan anak cucu kita. Jika laut rusak, maka kehidupan masyarakat pesisir Raja Ampat pun terancam,” pungkas Rojer. (Dony K)

You cannot copy content of this page