Waisai, RajaAmpatNews – Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengelolaan Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Raja Ampat, Yohanes Patris Umalan, S.Psi, M,Si mengungkapkan fakta mengejutkan bahwa Kota Waisai menghasilkan sampah sebanyak 23 ton per hari. Angka tersebut dihitung berdasarkan jumlah penduduk, sampah pasar, hingga timbunan di tempat penampungan akhir (TPA).
“Bayangkan, setiap hari ada delapan truk sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kalau kondisi ini terus dibiarkan, TPA dengan sistem open dumping akan penuh dalam waktu dua sampai tiga tahun,” kata Patris dalam wawancara bersama Raja Ampat News, Rabu (24/9/2025).

UPTD Pengelolaan Lingkungan, DLH Raja Ampat yang dibentuk sejak 2022 baru mulai aktif setelah pelantikan kepala UPTD pada 4 September 2025. Sejak awal, lembaga ini langsung dihadapkan pada tantangan serius penanganan sampah di Kota Waisai.
Patris menjelaskan, saat ini Raja Ampat berisiko terkena sanksi administrasi sebesar Rp5 miliar dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) apabila dalam 180 hari tidak melakukan pembenahan TPA. Karena itu, pembenahan pengelolaan sampah menjadi program prioritas 2026.
“Mulai tahun depan, open dumping di TPA akan kita hentikan. Kita sudah menjajaki kerja sama dengan pihak ketiga untuk menghadirkan insinerator berkapasitas 10 ton per hari, sebagai solusi pengelolaan sampah di TPA,” jelasnya.

Selain fokus pada TPA, UPTD juga menyiapkan strategi pengelolaan sampah berbasis rumah tangga. Patris menegaskan, masyarakat harus menjadi garda terdepan dalam menjaga kebersihan lingkungan.
“Kita akan mendorong program RT sadar lingkungan. Di dalam RT ada banyak komunitas—petani, kelompok tani, hingga kelompok sadar lingkungan—yang bisa kita perkuat untuk bekerja sama. Sosialisasi pemilahan sampah dari rumah akan kita gencarkan,” tegasnya.
Sebagai langkah strategis, UPTD merencanakan pembentukan empat bank sampah di empat kelurahan di Kota Waisai pada 2026. Program ini akan terintegrasi dengan rumah magot dan rumah kompos, sehingga sampah organik maupun anorganik bisa dikelola dengan baik tanpa harus semua dibuang ke TPA.
“Kalau sampah sudah dipilah dan dikelola di tingkat rumah tangga, kita bahkan tidak perlu lagi TPS. Bank sampah bisa memberi nilai ekonomi, sementara rumah magot dan rumah kompos mengolah organik. Dengan begitu, hanya residu yang benar-benar masuk TPA,” papar Patris.

Ia menambahkan, penerapan retribusi sampah juga menjadi bagian penting dari regulasi. Tujuannya bukan semata-mata soal pungutan, tetapi sebagai instrumen agar masyarakat lebih disiplin dan tidak membuang sampah sembarangan.
“Intinya, kita ingin masyarakat mampu mengelola sampahnya sendiri. Ada nilai ekonomi di sana. Sementara retribusi jadi penguat regulasi dan memastikan sampah mereka terangkut,” ujarnya.
UPTD Pengelolaan Lingkungan, DLH Raja Ampat menargetkan Raja Ampat bebas sampah pada 2026 sekaligus berupaya meraih penghargaan Adipura.
“Ini kerja bersama. Kalau masyarakat mendukung dan pemerintah konsisten, saya yakin cita-cita Raja Ampat bebas sampah bisa terwujud,” pungkas Patris.
Writer: Petrus Rabu