Waisai, RajaAmpatNews –Puluhan orang yang berasal dari Suku Umkai mendatangi kantor Sekretariat Panitia Seleksi (Pansel) Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) mekanisme pengangkatan Otonomi Khusus (Otsus) Papua di Waisai, Jumat (23/5/2025).
Kedatangan mereka merupakan bentuk ketidakpuasan atas hasil seleksi administrasi yang diumumkan oleh Pansel. Salah satu nama yang tidak lolos, yakni Yakub Omkabu, menjadi sorotan utama dalam aksi ini.
Kepala Suku Umkai Raja Ampat, Syarif Dimara, menyampaikan bahwa masyarakat Biak yang berdomisili di wilayah Umkai merasa kecewa dengan hasil seleksi yang dianggap tidak adil.
“Kami, masyarakat Suku Biak di wilayah Umkai, Kabupaten Raja Ampat, menyatakan kekecewaan mendalam atas tidak lolosnya saudara kami Yakub Omkabu dalam proses seleksi. Kami mempertanyakan, mengapa dari Suku Biak lainnya ada yang lolos, tapi perwakilan kami tidak? Apakah karena kami memeluk agama Islam, sehingga kami dianggap tidak layak?” ujar Syarif.

Ia menambahkan, adanya dugaan diskriminasi atas dasar agama telah menimbulkan kesan seolah-olah keberadaan mereka tidak dianggap.
“Proses seleksi ini seharusnya mencerminkan keadilan, persatuan, dan penghargaan terhadap keberagaman, bukan sebaliknya. Kami berharap ada klarifikasi yang jelas dan transparan dari pihak terkait, agar tidak menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat adat Raja Ampat,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Pansel DPRK Raja Ampat, Ferdinand Rumsowek, menegaskan bahwa seluruh proses seleksi telah dilaksanakan sesuai ketentuan dan regulasi yang berlaku, khususnya mengacu pada Peraturan Bupati Raja Ampat Nomor 20 Tahun 2022 tentang penetapan suku dan sub-suku, daerah pengangkatan, serta alokasi kursi anggota DPRK dalam mekanisme pengangkatan Otsus.
“Dalam peraturan tersebut ditetapkan lima lembaga adat yang mewakili struktur masyarakat adat di Raja Ampat, yakni:
- DAS Maya Klanafat
- DAS Maya Ambel Worem
- Lembaga Adat Usba dan Wardo
- DAS Betkaf (Betew Kafdarun)
- DAS Maya Sub Suku Matbat.
Ferdinand menjelaskan bahwa proses seleksi telah berlangsung selama kurang lebih tiga bulan dan dilaksanakan secara transparan dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk lembaga adat. Ia juga menegaskan bahwa Pansel hanya berwenang mengusulkan tiga nama calon, sementara keputusan akhir berada di tangan pihak berwenang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Tidak ada kaitannya antara agama dan proses seleksi ini. Rekrutmen dilakukan secara terbuka, objektif, dan bebas dari unsur diskriminasi, termasuk atas dasar agama. Oleh karena itu, kami menyayangkan apabila muncul anggapan bahwa agama menjadi penghambat, karena hal itu tidak benar dan tidak berdasar,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Ferdinand mengajak semua pihak untuk menjaga persatuan dan menghormati mekanisme yang telah disepakati bersama demi masa depan masyarakat adat Raja Ampat.