Oleh: Petrus Rabu, S.Fil
Di tengah maraknya isu kerusakan destinasi wisata Raja Ampat yang beredar di media sosial, sebuah misi klarifikasi dari udara dilakukan oleh tim gabungan Pemerintah Daerah. Pada Jumat, (13/6/2025), jurnalis Raja Ampat News bersama perwakilan Dinas Perhubungan dan Dinas Pariwisata Raja Ampat menumpangi helikopter untuk menyusuri landscap alam Raja Ampat dari ketinggian.
Laporan ini merekam langsung keindahan dan keutuhan kawasan seperti Pulau Gam, Teluk Kabui, Piaynemo, Arborek, hingga Pasir Timbul. Hasilnya menegaskan bahwa kabar kerusakan tak sepenuhnya mencerminkan kenyataan. Dari langit. Raja Ampat tetap tampak menawan dan layak disebut “surga terakhir di Bumi”.

Berikut laporan lengkapnya. Langit pagi di Bandara Marinda, Waisai, Ibukota Kabupaten Raja Ampat tak menunjukkan tanda-tanda muram. Awan tipis menggantung di atas bentang gugusan pulau Raja Ampat—surga bahari yang telah lama menjadi ikon keindahan Indonesia di mata dunia.
Hari itu Jumat, (13/6/2025), Jurnalis Raja Ampat News mendapat kesempatan istimewa. Mendadak dan tanpa banyak persiapan, Jurnalis Raja Ampat News terbang bersama Esma Aipasa—Kepala Bidang Udara Dinas Perhubungan Raja Ampat serta Mili Arwakom dari Dinas Pariwisata Raja Ampat menggunakan helikopter milik PT Rajawali Angkasa Semesta.
Tujuannya bukan sekadar wisata udara, tapi misi penting: melihat langsung kondisi destinasi wisata Raja Ampat yang belakangan disebut-sebut rusak di media sosial.

Dari balik kaca jendela helikopter, panorama spektakuler mulai tersaji. Kami menyusuri langit Saporkren, membelah udara di atas Pulau Gam, Teluk Kabui, dan meluncur menuju Piaynemo—ikon Raja Ampat yang tak pernah gagal memikat siapa pun yang menjejakkan kaki, atau dalam kasus kami, mata dari ketinggian.
Helikopter berputar beberapa kali di atas gugusan pulau karst Piayenemo dan Telaga Bintang. Pemandangan dari atas sungguh memesona. Laut bergradasi biru toska tampak bersih, asri, dan tanpa kerusakan berarti seperti yang ramai dibicarakan.
Setelah beberapa kali memutar di Obyek Wisata Piaynemo, Perjalanan berlanjut ke Kampung Arborek, salah satu kampung wisata unggulan yang dihuni masyarakat pesisir yang ramah dan kreatif.
Deretan homestay tampak tertata apik dan rapi di pinggir pantai mengelilingi kampung wisata tersebut. Hoomestay tersebut berdiri atas inisiatif warga yang mengembangkan pariwisata berbasis komunitas dan menopang ekonomi rumah tangga.
Kami melayang mengelilingi kampung tersebut, menyaksikan kehidupan sederhana yang berdampingan dengan alam, tanpa merusak atau mengubah identitas lokal.

Ketika helikopter melintasi celah laut antara Arborek dan Pulau Meosmanswar, kami terpukau oleh gundukan pasir putih yang muncul di tengah laut. Kami pun memutuskan untuk mendarat sejenak, menikmati keajaiban kecil itu sambil mengambil beberapa dokumentasi visual.
Sayangnya, saat tiba di lokasi Pasir Timbul, air laut tengah pasang sehingga kami tidak bisa mendarat. Namun dari udara, keindahan tetap bisa dinikmati dengan sempurna.
Kami melanjutkan penerbangan ke arah Friwen, kampung wisata yang tak kalah cantik. Laut di sekitarnya terlihat jernih, dengan barisan resort dan homestay berdiri menyatu dengan lingkungan alam.
Dari sana, helikopter kembali masuk ke Teluk Kabui, tempat kami kembali terpukau oleh pemandangan gugusan pulau-pulau karst yang megah dan dramatis. Beberapa kali kami mengambil gambar sebagai dokumentasi—sekaligus bukti bahwa alam Raja Ampat tetap utuh dan memesona.
Menjelang akhir perjalanan, kami menyusuri garis pantai Saporkren hingga perlahan memasuki kawasan Kota Waisai.

Dari ketinggian, terbentang jelas keindahan panorama alam: pasir putih yang membingkai Pantai Saporkren, keteduhan hutan mangrove di sekitar Putras Resort, hingga gradasi biru laut yang memeluk tenang Pantai Saleo. Udara segar, langit bersih, dan riak ombak kecil menyempurnakan lukisan alam yang seolah belum tersentuh waktu.
Memasuki Kota Waisai, denyut kehidupan mulai terasa lebih nyata. Kami menyaksikan aktivitas masyarakat dan deretan rumah warga berdiri berdampingan dengan bangunan kantor pemerintahan, menandai keterpaduan antara ruang hidup dan roda administrasi.
Geliat pembangunan pun terlihat terus berjalan. Jalan-jalan diperbaiki, fasilitas publik ditata, dan wajah kota mulai menunjukkan arah yang lebih tertata. Kota Waisai bukan sekadar ibu kota Kabupaten Raja Ampat; ia adalah gerbang utama menuju surga wisata bahari dunia. Di sinilah para pelancong dari berbagai penjuru memulai petualangannya menyusuri gugusan pulau-pulau eksotis Raja Ampat. Sebuah kota kecil yang menampung denyut pertama keajaiban Raja Ampat, dan terus berbenah untuk menyambut dunia.

Akhirnya, kami kembali ke Bandara Marinda untuk mendarat dan mengakhiri perjalanan udara ini. Meski sempat diguncang isu pertambangan yang izinnya kini telah resmi dicabut oleh Presiden Republik Indonesia, serta dihantam gelombang informasi hoaks yang sengaja ataupun tak di jagat maya, eksistensi Raja Ampat sebagai destinasi wisata kelas dunia tak pernah benar-benar pudar.

Keindahan lautnya yang jernih, gugusan pulaunya yang elok, dan kehidupan masyarakat adat yang bersahaja tetap berdiri teguh sebagai bukti bahwa Raja Ampat bukan sekadar tujuan wisata, melainkan warisan alam yang hidup.
Berita-berita negatif yang tidak berdasar, jika terus dipelihara, hanya akan mencoreng citra dan menurunkan pamor Raja Ampat di mata dunia. Padahal, keaslian pesona yang dimiliki kawasan ini belum tergantikan—tetap asri, tetap memikat, dan sangat layak untuk dikunjungi siapa pun yang ingin menyaksikan keajaiban alam dalam bentuknya yang paling murni.
Dari langit, kami menyaksikan sendiri—alam Raja Ampat masih terjaga, masih utuh, dan tetap layak disebut sebagai “Surga Terakhir di Bumi.”