Waisai,RajaAmpatNews— Pemerintah Kabupaten Raja Ampat memfasilitasi pertemuan antara pihak PT Misool Eco Resort (MER) dan Marga Bahalle sebagai upaya menyelesaikan persoalan terkait hak ulayat dan kontrak kerja sama yang sempat menimbulkan ketegangan di wilayah Misool Selatan.
Pertemuan yang berlangsung di Aula Wayag Kantor Bupati, Senin (14/4/2025) ini dipimpin langsung oleh Wakil Bupati Raja Ampat, Drs. Mansyur Syahdan, M.Si, dan diikuti oleh sekitar 30 peserta dari berbagai unsur, termasuk pejabat daerah, pihak perusahaan, dan perwakilan masyarakat adat.
Wakil Bupati dalam sambutannya menyebut bahwa pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari insiden pemalangan terhadap PT MER oleh masyarakat Marga Bahalle. “Pertemuan ini bertujuan untuk mempertemukan kedua belah pihak, membangun kembali komunikasi yang sempat terputus, dan mencari solusi terbaik bagi semua pihak,” ujarnya.
Dalam sesi penyampaian pendapat, perwakilan Marga Bahalle menegaskan rasa kecewa terhadap sikap PT MER yang dinilai tidak lagi melibatkan mereka sebagai pemilik hak ulayat dalam kontrak-kontrak terbaru. H. Fataha Bahalle dan tokoh perempuan Satria Merdeka Loji mengingatkan bahwa sejak awal, masyarakat adat telah menyambut baik kehadiran perusahaan, namun dalam perkembangannya, mereka merasa diabaikan dan tidak diajak berdialog.
“Kami percaya semua masalah bisa diselesaikan dengan baik, asal ada komunikasi dan itikad baik. Jangan sampai masyarakat adat merasa dilangkahi,” ujar Satria.
Kepala Distrik Misool Selatan, Sabur Macap, juga menyuarakan hal serupa. Ia mengkritik minimnya pelibatan pemerintah distrik dalam proses kerja sama baru perusahaan. “Kami di tingkat distrik bertanggung jawab atas pengawasan wilayah. Sangat disayangkan jika kami tidak dilibatkan dalam hal-hal penting seperti ini,” katanya.

Menanggapi hal itu, Owner PT MER, Mr. Andi, menyatakan permintaan maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi. Ia mengakui adanya tekanan administratif dan regulasi yang harus segera diselesaikan oleh pihak perusahaan, namun menegaskan bahwa PT MER tetap berkomitmen menjaga hubungan baik dengan masyarakat adat.
“Kami memang menghadapi kendala di lapangan, termasuk tekanan dari dinas terkait izin operasional. Kami tidak punya pilihan selain mengikuti prosedur. Namun kami tidak pernah berniat menghindari dialog dengan masyarakat,” jelasnya.
Sementara itu, kuasa hukum PT MER, Liston SH., MH., menambahkan bahwa konflik ini juga dipengaruhi oleh klaim dari Marga Wihel yang berdasarkan putusan hukum tertanggal 15 Februari 2019. Padahal, menurutnya, PT MER telah memiliki dasar hukum operasional sejak 2016. Ia juga menyampaikan bahwa perusahaan sebenarnya telah berupaya menjalin komunikasi sejak lama, meskipun belum membuahkan hasil konkret.
Setelah sesi terbuka, pertemuan dilanjutkan secara tertutup di ruang Sekda antara pihak PT MER dan Marga Bahalle. Namun hingga pertemuan berakhir pukul 16.22 WIT, belum ada kejelasan mengenai kesepakatan yang akan dicapai.
Berdasarkan informasi yang diterima, Marga Bahalle dijadwalkan akan melangsungkan pertemuan lanjutan pada Selasa, 15 April 2025.