Laporan Perjalanan Redaktur Raja Ampat News, Petrus Rabu
Waisai, RajaAmpatNews — Pagi itu, Senin 4 Agustus 2025, Waisai-Ibukota Kabupaten Raja Ampat masih berselimut senyap. Matahari belum juga terbit, ketika angka-angka di layar ponsel saya menunjukkan pukul 05.30 WIT.
Di tengah udara lembab dan desir angin laut yang masih malas bergerak, saya bergegas menuju Pelabuhan Falaya, tempat rombongan Bupati Raja Ampat, Orideko I. Burdam,S.IP, MM, M.Ec. Dev didampingi Wakil Bupati, Drs. Mansyur Syahdan, M.Si, Utusan Forkompimda, tiga anggota DPRK Raja Ampat Dapil Misool dan sejumlah pejabat Raja Ampat serta pimpinan Bank Papua dan Bank Mandiri akan memulai perjalanan kerja — sebuah misi yang bukan hanya membawa dokumen, tapi membawa kepercayaan: Alokasi Dana Desa tahap II dan III tahun anggaran 2024 dan Dana Desa tahap I tahun 2025.
Dua speedboat telah disiapkan: Bonjos dan Raja Saraung — kapal cepat yang akan mengantar rombongan melintasi laut, menuju kampung-kampung yang berada di pesisir selatan gugusan pulau Raja Ampat.
Kami menyeberang bukan hanya membawa uang, tapi juga membawa harapan. Inilah kali ketiga saya menyertai perjalanan semacam ini: sebelumnya ke Jefman Barat, lalu Saunek. Tapi kali ini, laut terasa berbeda. Ada sesuatu yang lebih sunyi, lebih dalam dari sekadar riak air dan ombak yang meninggi.
Kami berangkat ke Mikiran, Distrik Kofiau — tempat pertama dalam daftar panjang penyerahan ADD dan DDS. Udara sejuk menyambut perjalanan, dan hamparan laut yang membiru membuat saya beberapa kali menjulurkan kepala dari jendela speedboat.
Pagi itu, laut Raja Ampat, seperti biasa, terlalu indah untuk dilihat sambil duduk diam. Namun, antara Batanta dan Kofiau, ombak mulai naik. Tapi kami tak cemas, sebagai — anak pulau — ini hanya bagian dari cerita panjang laut yang tak pernah selesai dibaca.
Setelah dua jam menghitung gelombang, kami tiba di dermaga kayu Kampung Mikiran. Sambutan adat, kalung bunga, dan iring-iringan suling tambur menjadi gerbang kehangatan dari masyarakat setempat.
Di halaman kantor distrik, di bawah langit panas tanpa tenda, acara penyerahan ADD dan DDS dilangsungkan. Dana sebesar Rp6 miliar dibagikan: Rp3,8 miliar untuk lima kampung di Kofiau dan Rp2,1 miliar untuk empat kampung di Kepulauan Sembilan.

Bupati Orideko tampil di hadapan masyarakat bukan sekadar sebagai pejabat, tapi sebagai penyambung lidah keadilan fiskal.
“Ini uang masyarakat. Kepala kampung hanya mengatur,” tegas Orideko, seraya mengingatkan: laporan pertanggungjawaban wajib diserahkan sebelum 30 Agustus 2025.
Ia juga menekankan pentingnya keterbukaan, musyawarah desa, dan pemanfaatan dana tidak hanya untuk fisik, tapi juga koperasi, pertanian, perikanan, dan sektor produktif lainnya.
Orpa Saranamual dari Inspektorat, dalam nada lugas, mengingatkan: “Jangan latihan lain, main lain.” Dana desa bukan panggung improvisasi. Di saat bersamaan, Kadis Koperasi dan UMKM, Fransisca Y. Wanma, menegaskan kewajiban pembentukan Koperasi Merah Putih di setiap kampung — syarat penting untuk pencairan tahap selanjutnya.
“Ini bukan uang gratis,” ujarnya. “Proposal, NPWP, rekening, semua harus siap.”

Tepat pukul 12.00 WIT, rombongan melanjutkan perjalanan ke Kampung Foley, Distrik Misool Timur. Ombak meninggi, langit mulai mendung, dan hujan mengguyur gerimis. Laut Selatan Raja Ampat yang terkenal garang di bulan Agustus menampilkan wajah liarnya. Tapi speedboat tetap memecah ombak. Kami melaju dengan misi yang belum selesai.
Setiba di dermaga Kampung Foley, penyambutan kembali dilakukan dengan iringan suling tambur. Di sinilah Bupati menyerahkan Rp8,9 miliar dana desa: Rp4,5 miliar untuk enam kampung di Misool Timur dan Rp4,3 miliar untuk lima kampung di Misool Utara. Agenda serupa berlangsung: penyerahan SK Plt, arahan Inspektorat, pesan koperasi, hingga sambutan Bupati yang menegaskan pesan transparansi dan pengawasan.

“Dana ini harus jadi berkah, bukan musibah. Salah gunakan, kalian tidak hanya melukai diri sendiri, tapi juga masa depan kampung kalian,” ucap Orideko.
Menjelang senja, pukul 17.15 WIT, kami kembali menyusuri laut menuju Kampung Yellu, untuk melanjutkan agenda esok hari di Misool Selatan dan Misool Barat. Langit mulai gelap, tapi semangat tetap menyala — sebab kami sedang membawa terang ke kampung-kampung yang selama ini hanya mendengar janji dari kejauhan.
Catatan:
Perjalanan ini bukan sekadar perjalanan birokrasi. Ia adalah perjalanan menyentuh denyut nadi desa, menyentuh wajah-wajah rakyat yang menunggu dengan harapan. Di balik angka-angka dan tabelnya anggaran, ada impian yang sederhana: agar kampung mereka tak hanya hidup, tapi layak dihuni dengan martabat.
Oleh: Petrus Rabu, S.Fil
Redaktur Raja Ampat News