“Kami pemerintah daerah sangat berterima kasih karena telah diberi kepercayaan untuk memfasilitasi proses mediasi ini. Harapan kami, semua pihak bisa hadir agar prosesnya berjalan baik,” ujar Marthen, sapaan Kepala DLH Raja Ampat, Marthen Luther Bartholomeus, ST., M.Si kepada media usai memimpin rapat, Rabu (23/7/2025).
WAISAI, RajaAmpatNews — Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Raja Ampat menjadwalkan ulang proses mediasi terkait insiden kandasnya kapal cepat Velocity yang menabrak terumbu karang di sekitar Pulau Way, Kampung Arefi, Distrik Batanta Utara.
Mediasi yang semula direncanakan berlangsung pada Rabu, 23 Juli 2025, di ruang rapat DLH, terpaksa ditunda karena ketidakhadiran salah satu pihak penting, yakni perwakilan dari Lembaga Adat Kafdarun.
Kepala DLH Raja Ampat, Marthen Luther Bartholomeus, ST., M.Si., yang memimpin langsung pertemuan, menyatakan bahwa kehadiran Lembaga Adat Kafdarun sangat penting untuk kelanjutan pembahasan. Sayangnya, para tokoh adat dari pihak tersebut sedang berada di luar daerah sehingga tidak dapat mengikuti proses.
“Kami pemerintah daerah sangat berterima kasih karena telah diberi kepercayaan untuk memfasilitasi proses mediasi ini. Harapan kami, semua pihak bisa hadir agar prosesnya berjalan baik,” ujar Marthen, sapaan Kepala DLH Raja Ampat, Marthen Luther Bartholomeus, ST., M.Si kepada media usai memimpin rapat, Rabu (23/7/2025).
DLH pun telah menjadwalkan ulang mediasi tersebut pada Jumat, 25 Juli 2025, dengan harapan seluruh pihak yang berkepentingan dapat hadir dan melanjutkan pembahasan penyelesaian sengketa lingkungan tersebut.
Marthen menjelaskan bahwa DLH hanya memfasilitasi proses mediasi dan tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan perkara. Ia menegaskan bahwa penyelesaian kasus kerusakan lingkungan akibat insiden tersebut dapat dilakukan melalui jalur pengadilan maupun di luar pengadilan, bergantung pada kesepakatan semua pihak.

“Kalau mediasi berjalan lancar dan para pihak sepakat, maka bisa dilanjutkan ke tahapan penyelesaian yang lebih formal, apakah melalui pengadilan atau penyelesaian di luar pengadilan. Tapi kami menekankan efisiensi dan menghindari proses yang memberatkan,” jelasnya.
Terkait besaran ganti rugi, DLH masih menunggu hasil kajian resmi dari GAKUM Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), meskipun estimasi awal dari DLH, BLUD, dan Pol Air sudah tersedia.
“Kita di daerah sudah memiliki estimasi dari DLH, BLUD, maupun Pol Air. Tapi kami tetap menunggu data resmi dari kementerian agar satu suara saat disampaikan ke publik dan media,” tambah Marthen.
Ia juga menegaskan bahwa penyelesaian yang efektif, efisien, dan tidak membebani masyarakat menjadi prioritas pemerintah daerah.
“Kami ingin ada solusi yang baik, tanpa harus memberatkan masyarakat. Yang terpenting, proses berjalan transparan dan mengacu pada ketentuan hukum,” pungkasnya.erah,” pungkasnya.