Waisai,RajaAmpatnews–Ketua Marga Sanoy, Abner Sanoy membantah pernyataan Yulianus Thebu yang mengatakan bahwa marga sanoy berasal dari luar kabare Raja Ampat Provinsi Papua Barat Daya.
Abner menjelaskan terkait asal usul marga Sanoy Kehidupan di masa lampau bahwa manusia belum mengenal terang/ zaman kuno Tuhan di sorga mengutus dua marga dari suku Biak yaitu Marga Suruan berasal dari Kampung Uru, Biak Barat, dan Marga Rayar dan Faidan berasal dari Supiori.
Abner, sapaan Abner Sanoy menyebutkan bahwa marga sanoy itu sebenarnya marga aslinya Sonoy berasal dan tinggal menetap di Kali Sonoy nama tempat tinggal mereka namanya “LELE SUNPAP/ SUNGAMIN ini bahasa Ambel
“Terjemahan Indonesia adalah Mata Air di hulu kepala kali sungai sonoy,” ujar Abner Sanoy.
“Seiring berjalanya waktu datanglah Marga Rayar Mambri dari Suku Biak, Kampung Supiori menyusuri pantai utara dan tinggal di Kandoway, moyang mereka namanya Matias Rayar “sebagai utusan Tuhan untuk bertemu dengan moyang kami di lele sunpap/ Sungawi, ” ungkap Abner Sanoy di Kediamannya di Waisai-Ibukota Kabupaten Raja Ampat, Selasa (3/9/2024)
Lebih lanjut Abner menjelaskan kedatangan seorang yang di utus Matias Rayar, tujuannya adalah membawa keluar moyang mereka ke pantai, namun belum berhasil sehingga moyang mereka bersepakat untuk sama-sama dengan marga Rayar tinggal di Sonemain ini salah satu anak sungai di kali sonoy.
“ Sekian tahun lamanya, kebersamaan kehidupan itu terjalin dengan baik, akan tetapi di tengah kehidupan itu ada musibah alam banjir besar yang menimpah hidup mereka sehingga marga rayar hanyut dengan sebuah rakit mengikuti derasnya luapan air banjir itu sampai di hilir muara sungai sonoy namanya omnyata lalu ,” terangnya.
“Mereka membuat sebuah layar dari tikar idur yang bahan bakunya di ambil dari daun tikar untuk di gunakan sebagai layar mengantar mereka menyeberang laut menuju ke ayau
kepulauan tiba di sebuah pulau namanya Yenkanfan dan tinggal menetap sampai hari ini,” kisah Abner.
Dituturkannya, salah satu orang tua dari Marga Rayar ini, melanjutkan perjalanan dan tinggal menetap di pulau Reni berubah marga menjadi marga Faidan sampai hari ini.
“Itulah sebabnya Sonoy, Rayar dan Faidan adalah saudara/naek sampai hari ini,” tambahnya.
Selanjutnya Marga Suruan Mambri dari suku biak berasal dan kampung uru tiba di Makbon-Malamkarta. Kemudian menyeberang laut tiba di pantai Mumes. Dan menyusuri pantai pesisir utara dan tiba di belakang Boni, nama tempat itu “Awaindu.”
“Mengecek pulau boni apakah ada bekas kaki manusia ternyata pantai pesisir utara belum ada penghuni dan kosong. Esok harinya moyang marga suruan keluar dari teluk boni menuju kandorwai yenamber dan melewati muara sungai sonoy pantai andey langsung ke kabare untuk mencari ikan dan Mengecek apakah ada bekas kaki manusia ternyata kosong,” jelasnya.
Kemudian mereka kembali dari kabare menemui moyang Marga sonoy yang bernama Mansar Tanting bersama lbunya bisar sumbesauw menimba air garam atau air laut. Dengan memakai barbu namun karena ombak besar Mansard Tantiling terbawa arus ombak dan berenag di pantai andey.
Marga suruan ketika melihat ada orang berenang yaitu mansard tantiling sedang berusaha berenang ke tepian pantai andey, mereka mendekat dan menolong mansar tartling naik kedalam perahu, karena saat itu anggapan marga suruan bahwa sosok mansard taning pasti adalah setan atau suangi di kala itu, maka dikat kedua tanganya dan di bawa pulang ke tempat inggal marga suruan yaitu awaindo selama tiga bulan mansar tantling tinggal bersama mereka.
Bulan berikutnya, mereka bangun komunikasi dengan mansar tantiling untuk di kembalikan kepada tempat asalnya sungai sonoy dengan melewati mumbrur ke kepala kali sungai sonoy namanya “ SONOYMAIN ” . Di lepaskan tali dari kedua tangganya dan hanya di ikat satu tangan saja lalu ujung dari tali itu di pegang oleh moyang marga suruan untuk mengkuti dari belakang melewati dusun waris lalo lahal kalimoi sampai tiba di sonoymain.
Saat mereka mendekat lalu, di lepaskan talinya dan mansard tantiling kembali kepada saudara-saudaranya semuanya bertanya mansar dari mana saja selama ini. Kami tau saja mansar sudah meninggal, saat itu ia menceritakan kejadian yang menimpa dirinya kemudian ia memberi tahu bahwa ada orang-orang dari suku biak marga suruan yang bawa saya dan mereka ada tungguh di blakang pohon besar itu.
Mendengar hal itu, moyang marga sonoy menyuruh mansar tantling panggil mereka kesini, saat itu juga mereka menjalin hubungan bersaudara dan membangun kesepakatan untuk sebagaian moyang sonoy harus di bawa pulang ke pantai andey, dan sebagaian moyang tidak mau ke pantai akhinya mereka tetap tinggal di kepala kali sonoy dan menjadi penghuni tertua di pulau waigeo sampai dengan hari ini menjadi setan atau soangi.
Ketika sebagian, moyang marga sonoy sudah ada di pantai, dan keesokan harinya Mansar tantiling mengajak moyang dari marga sonoy ke sungai Wareba untuk bertemu dengan dua sosok Mansar Sonoy yang tinggal di Montalapai namanya Buki Kadun mengambil bukti sejarah berupa mas murni yang keluar dari tanah waigeo di berikan oleh moyang sonoy.
Kemudian terkait dengan marga Tamima. Perlu diketahui Om Abdul Wahid Tamima datang di Kabare tahun 1825 dengan tujuan berdagang. Dengan kedatangan beliau, orang Kabare banyak mengetahui hal-hal baru pada saat itu. seperti tanam pisang aji, kelapa, pinang dan gong-gong dulu yang dibawa oleh om Wahid Tamima.
Tiba di Kabare, kemudian Abdul Wahid Tamima kawin dengan perempuan Kabare bernama Loise nama kafirnya Bisaraye. setelah kawin dengan Om Wahid Tamima namanya dirubah menjadi Hajijah Sonoy Tamima karena Binsar masuk Islam.
Dari perkawinan itu, di dapatlah Hafizah ini kawin dengan Abas Umlati, kemudian melahirkan anak yang bernama Abdul Faris Umlati. Jadi om Tamima ini datang bukan tujuan hanya berdagang, tetapi merupakan campur tangan Tuhan untuk orang Kabare mengerti dan mempelajari hal-hal baru. Jadi dengan kehadiran Abdul Wahid Tamima, orang di Kabare bisa isap rokok, dan hasil pertanian bisa dijual
Jadi ” Abdul Wahid Tamima sebenarnya diutus Tuhan untuk datang ke Kabare, bukan sembarang. Karena beliau masuk di Kabare tahun 1825. Saat itu orang Kabare masih terbelakang tidak tahu dengan dunia luar. Untuk itu kami dari marga Sonoy mengakui Abdul Faris Umlati merupakan keponakan kandung.
Kami juga mengingatkan bahwa,sebenarnya yulianus thebu itu berasal dari kami. Kami punya moyang Kalimu yang dapat dia. Tete Kalimu ini kawin dengan Yulianus Tebu punya nenek yang bernama Binsar Sumbesauw dan Sumbesauw ini dari Biak. Marga sebenarnya Mambrisauw. Mereka datang dan menetap di pantai Kabare kemudian Tete Kalimu datang dan kawin dengan Binsar. Tinggal di Kalimu mendapat empat (4) orang anak.
Tinggal dan menetap di kalimu. Ketika moyang Kalimu pergi ke dusun, Moyang Sumbesauw ini memasak ketiga anaknya dan memakannya. Sisa satu anak yang terakhir. Setelah Moyang Kalimu tiba di rumah. Beliau tanya ke Moyang Sumbesauw dimana keempat anaknya, lalu moyang Sumbesauw menunjuk ke arah kuali besar yang ternyata ada anak bungsunya didalam. Saat itu moyang Kalimu marah dan hendak potong Moyang Sumbesauw, tetapi Moyang Sumbesauw bilang besok pagi baru ko bawa potong saya dibagian barat. Lalu seketika itu anak yang ada didalam kuali hidup kembali. Yang kasih hidup anak itu adalah seekor anjing bernama bruder/anjing Raja.
Saat subuh tiba, moyang Kalimu membawa Binsar Sumbesauw menuju kepala kali bagian barat. Hari ini dikenal dengan nama lele dan Bu. Tebu itu Patok atau terakhir tidak ada sungai lagi. Dan Binsar Sumbesauw punya jantung ada dikepala kali atau BU.
“Jadi kalau cucu yulianus tidak tau tentang hal itu, terkait Marga Sonoy, saya pikir dia keliru, karena sejarah kalau diceritakan kembali maka semua saling berkaitan. Demikian Sedikit cerita tentang sejarah asal-usul marga Sonoy,marga tamima dan Tebu di Kabare Raja Ampat,” pungkasnya.