Agustinus Kambuaya Soroti Aturan BBM Subsidi yang Rugikan Nelayan Kecil

banner 120x600

Sorong, RajaAmpatNews — Anggota DPD RI Dapil Papua Barat Daya, Agustinus R. Kambuaya, melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan penyaluran bahan bakar minyak (BBM) subsidi untuk nelayan. Dalam kunjungan kerjanya ke Kabupaten Sorong dan Kota Sorong, ia menemukan aturan yang dinilai justru mempersulit nelayan kecil, khususnya pengguna perahu ke tinting dengan mesin mini.

Menurut Kambuaya, ketentuan yang mengharuskan nelayan membawa kartu nelayan dan tangki mesin standar cenderung menguntungkan pengguna motor tempel besar seperti Johnson atau kapal berukuran besar. Akibatnya, nelayan kecil yang hanya menggunakan mesin mini ke tinting justru terpinggirkan dari program subsidi yang mestinya ditujukan untuk mereka.

“Kalau syaratnya harus bawa motor besar atau tangki besar, nelayan ke tinting ini otomatis tidak masuk kategori penerima subsidi. Padahal mereka yang paling butuh,” tegasnya, Senin,(11/8/2025).

Ia menilai kebijakan tersebut berpotensi mematikan keberlangsungan nelayan kecil yang bergantung pada BBM bersubsidi untuk melaut. Untuk itu, Kambuaya mendesak Pertamina segera merevisi aturan dan menggandeng Dinas Perikanan dalam mengatur kuota BBM berjenjang, mulai dari kapal besar, motor tempel Johnson, hingga perahu ke tinting.

Selain soal BBM, Kambuaya juga menyoroti persoalan klasik yang belum terselesaikan: ketiadaan pembeli resmi hasil tangkapan nelayan yang dikelola pemerintah. Ia menyebut bahwa tanpa adanya pembeli resmi, nelayan terpaksa menjual hasil tangkapan ke pihak swasta yang kerap mematok harga sepihak.

“Dulu ada Usamina, sekarang Perindo yang menampung hasil tangkapan dengan harga terkontrol. Tapi sekarang fungsinya kabur. Saya akan tanyakan di pusat, apakah ini di bawah BUMN atau KKP. Jangan sampai dua-duanya saling lempar tanggung jawab,” ujarnya.

Kambuaya mendorong Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membangun kembali gudang ikan atau fasilitas penampungan resmi yang dibiayai negara. Dengan adanya fasilitas tersebut, nelayan dapat fokus melaut dan menjual hasilnya langsung ke pemerintah, sementara pembeli atau investor bertransaksi melalui sistem harga yang transparan dan adil.

“Kita tidak anti-swasta, tapi pemerintah harus hadir. Minimal ada pihak resmi yang membeli hasil tangkapan dengan harga layak. Kalau tidak, nelayan kecil akan terus jadi korban,” tutupnya. (Dony K)

You cannot copy content of this page