Sorong, RajaAmpatNews- Anggota DPD RI Dapil Papua Barat Daya, Agustinus R. Kambuaya, melontarkan kritik keras terhadap kebijakan pemerintah pusat yang dinilainya telah “mengkerdilkan” peran pemerintah kabupaten/kota. Hal ini ia sampaikan usai melakukan kunjungan ke Kantor Dinas Perikanan Kota Sorong, Senin (11/8/2025).
Menurut Agustinus, penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Omnibus Law telah menggeser kewenangan strategis yang sebelumnya berada di tangan daerah, kini ditarik ke provinsi bahkan ke pusat. Imbasnya, pemerintah daerah kehilangan kemampuan untuk mengelola potensi sumber daya dan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
“Pendapatan dari Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang seharusnya menjadi sumber PAD kota, sekarang ditarik ke provinsi. Batas laut yang dulu dikelola kabupaten/kota pun kini bukan kewenangan mereka lagi. Ini membuat daerah seakan tak punya gigi untuk menghasilkan sesuatu,” tegas Agustinus.
Ia menyebut fenomena ini bukan hanya terjadi di Kota Sorong, tetapi juga di Kabupaten Sorong dan wilayah lain di Papua Barat Daya.“Kewenangan provinsi pun banyak yang diambil pusat. Lalu daerah mau berbuat apa? Ini bukan sekadar birokrasi, tapi soal mata pencaharian rakyat,” kritiknya.

Anggota DPD RI ARK foto bersama dengan Kepala Dinas serta Staf Dinas Perikanan kota Sorong.
Agustinus juga menyoroti lemahnya dukungan pemerintah pusat terhadap sektor perikanan, khususnya budidaya ikan air tawar. Program Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk sektor ini disebut nyaris tak tersentuh, sementara kebutuhan di lapangan semakin mendesak.
“Balai benih ikan seharusnya menghasilkan bibit generasi terbaru untuk pembudidaya lokal, tapi faktanya minim. Pakan ikan dan pakan ternak juga masih diimpor dari luar. Petani dan peternak kita tergantung penuh, padahal ini bisa diproduksi di sini,” ungkapnya.
Lebih jauh, ia menuding lemahnya intervensi pemerintah telah membuka ruang bagi swasta menguasai pasar pakan. Akibatnya, harga pakan melonjak liar tanpa kendali.
“Hari ini harga pakan bisa Rp400 ribu per sak, besok bisa Rp600 ribu. Semua tergantung kalkulasi dan keinginan swasta. Selama pemerintah tidak berani intervensi, harga akan terus dimainkan,” ujarnya dengan nada tegas.
Agustinus mendorong pemerintah pusat untuk berhenti menghitung untung-rugi ketika membangun industri strategis bagi rakyat. Ia mencontohkan perlunya pabrik pakan ikan di Papua Barat Daya, yang tidak hanya akan menekan harga tetapi juga membuka lapangan kerja dan mengurangi ketergantungan pada pasokan luar daerah.
“Kalau swasta berpikir soal rugi wajar, tapi negara harus berpikir soal rakyat. Kalau mau membangun Papua Barat Daya, jangan setengah hati. Bangun industri pakan, bangun fasilitas pengolahan hasil perikanan, baru bicara kedaulatan pangan,” tegasnya.
Kritik tajam ini menjadi peringatan bahwa tanpa keberanian pemerintah pusat mengembalikan sebagian kewenangan dan membangun industri penunjang, daerah seperti Papua Barat Daya hanya akan menjadi penonton di tanahnya sendiri kaya potensi, tapi miskin kendali. (Dany K)