Grup “Opini Pileg Raja Ampat” Disorot: Narasi Liar dan Ujaran Kebencian Picu Kekhawatiran Publik

Ket: Cosmos Dimara/foto: dok. Fb Narasumber
Ket: Cosmos Dimara/foto: dok. Fb Narasumber
banner 120x600

Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE secara tegas melarang penyebaran konten yang bermuatan penghinaan, pencemaran nama baik, serta ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Ancaman hukumannya dapat mencapai 4 hingga 6 tahun penjara dan/atau denda hingga satu miliar rupiah.

Waisai, RajaAmpatNews – Maraknya ujaran kebencian dan provokasi yang beredar di grup Facebook “Opini Pileg Raja Ampat” menuai kritik dari warganet. Salah satu anggota grup, Cosmos Dimara, secara terbuka melontarkan keprihatinannya atas semakin tak terkendalinya isi diskusi di grup tersebut, yang semula dibentuk sebagai ruang pertukaran pikiran seputar Pemilihan Legislatif di Kabupaten Raja Ampat.

Dalam unggahan terbarunya, Cosmos menyoroti minimnya peran pengelola atau admin grup yang dinilai sudah tidak lagi menjalankan fungsinya. Ia menyebut grup tersebut kini telah menjadi ladang penyebaran narasi liar, provokatif, bahkan berisi konten yang dinilainya berpotensi melanggar hukum.

“Grup ini su terlalu liar. Narasi-narasi yang muncul di dalam itu su terlalu kelewatan. Ujaran kebencian, provokasi, dan macam-macam hal yang jelas-jelas sudah langgar hukum, tapi masih dibiarkan begitu saja ka?” tulisnya di beranda Group opini Pileg  Raja Ampat pada Rabu, (9/7/2025) yang diserta tagar Save Publik Raja Ampat

Tak hanya mempertanyakan peran admin, Cosmos juga mendesak pihak kepolisian agar turun tangan mengawasi konten-konten yang berpotensi memicu keresahan. Ia menilai, jika dibiarkan tanpa pengawasan, penyebaran ujaran kebencian di media sosial dapat berujung pada tindakan kriminal, baik di ranah digital maupun dalam kehidupan sehari-hari.

“Model begini bisa bikin publik yang baca postingan di grup itu jadi punya asumsi buruk, dan dari situ bisa lahir tindakan-tindakan kejahatan lain,” tambahnya.

Unggahan tersebut mendapat respons dari sejumlah anggota grup lainnya, yang turut mengungkapkan kekhawatiran serupa. Mereka mendukung seruan agar admin kembali aktif mengelola konten dan menjaga diskusi tetap dalam koridor etika dan hukum.

Fenomena ini menambah deretan kasus serupa di berbagai platform media sosial, di mana ruang diskusi publik rentan disusupi ujaran kebencian tanpa kontrol yang memadai. Dalam konteks Raja Ampat, situasi ini dikhawatirkan dapat mencederai semangat demokrasi dan persatuan yang selama ini dijaga.

Masyarakat berharap, baik pengelola media sosial maupun aparat penegak hukum dapat mengambil langkah preventif demi menciptakan ruang digital yang sehat, aman, dan mendidik.

Peringatan Hukum: UU ITE Bisa Menjerat Pelaku Ujaran Kebencian, Termasuk Pengguna Akun Anonim

Sebagai bentuk penyadaran publik, penting untuk diketahui bahwa setiap konten yang mengandung ujaran kebencian, hoaks, fitnah, atau provokasi di media sosial dapat dijerat oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang telah diperbarui melalui UU Nomor 19 Tahun 2016.

Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE secara tegas melarang penyebaran konten yang bermuatan penghinaan, pencemaran nama baik, serta ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Ancaman hukumannya dapat mencapai 4 hingga 6 tahun penjara dan/atau denda hingga satu miliar rupiah.

Tak hanya itu, penggunaan akun anonim atau palsu tidak serta-merta membebaskan pelaku dari tanggung jawab hukum. Aparat penegak hukum memiliki wewenang dan kemampuan untuk melacak identitas digital pelaku melalui jejak forensik siber.

Karena itu, masyarakat diimbau untuk lebih bijak dalam bermedia sosial, terutama saat menyampaikan pendapat atau kritik dalam forum daring. Ruang digital adalah ruang publik yang tunduk pada aturan hukum, dan kebebasan berekspresi bukan berarti bebas menyebarkan kebencian atau fitnah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You cannot copy content of this page