Atasi Pencemaran Lingkungan, Sahib Sangadji Sulap Kotoran Sapi Jadi Pupuk Organik

banner 120x600

Waisai, RajaAmpatNews- Tumpukan kotoran sapi di ruas-ruas jalan utama menyambut kedatangan salah satu petugas yang di tugas kan pada tempat tersebut. Dengan jiwa sosial yang baik dan mudah berbaur, ia kemudian mencari informasi kepada masyarakat setempat terkait masalah kotoran tersebut.

Berbagai informasi dari masyarakat yang resah, merasa tidak nyaman, dan bahkan mencemari lingkungan pemukiman. Membuatnya tergerak untuk megelola limbah kotoran sapi yang memenuhi ruas-ruas jalan tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat.

Dia adalah Sahib Sangadji, salah satu petugas di Puskesmas Waigama, Distrik Misool Utara, Kabupaten Raja Ampat. Berbekal ilmunya tentang kesehatan lingkungan membuatnya gerak cepat mengatasi persoalan yang menjadi keresahan masyarakat.

Kepada media ini, Sahib bercerita, setibanya disana sudah terlihat beberapa tumpukan kotoran sapi memenuhi ruas-ruas jalan umum kampung salafen dan di kampung Waigama. Sekejap terlintas di pikirannya hal ini tentu sudah menjadi masalah kesehatan lingkungan di wilayah tersebut yang belum terpecahkn.

“Memang ini sudah menjadi rencana saya, setelah saya pertama kali injakan kaki di Tanah Misool, tepatnya pada Kampung Waigama dan Kampung Salafen, disitulah tempat tugas saya berada yaitu Puskesamas Waigama,” ujaranya. Minggu, (25/08/24).

Sahib mengatakan, sudah lama masalah pencemaran kotoran sapi menjadi keluhan masyarakat di wilayah sana. Sehingga ia tergerak untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Muncullah ide dan gagasan untuk mengolah kotoran sapi ini menjadi sebuah produk yang dapat dimanfaatkan kembali. 

“Awalnya saya hanya memberikan edukasi serta mengajari masyarakat untuk mengelola kotoran sapi menjadi pupuk organik, dan bisa di pergunakan. Namun seiring berjalannya waktu, mulai banyak peminatnya. Sehingga Saya mulai desain agar solusi ini memiliki fungsi ganda, selain solusi mengatasi cemaran lingkungan, juga memiliki nilai jual yang dihasilkan dari kegiatan ini,” ungkap Sahib.

KET: Sahib Sangadji salah satu petugas kesehatan di Puskesmas Waigama, Distrik Misool Utara, Kabupaten Raja Ampat. Foto: Istimewa.

Lebih lanjut Sahib menjelaskan bahwa ia memulai memproduksi kotoran sapi menjadi pupuk organik sejak Tahun 2021. Saya munculkan pada masa aktualisasi Latsar CPNS Formasi Tahun 2018 yang di selenggarakan tepat bulan Oktober hingga Desember Tahun 2021.  

“Pupuk organik tersebut saya beri nama Pupuk Ko Sa (Kotoran Sapi). Pupuk inipun disaat muncul, sudah banyak diminati oleh warga. Mereka mau produksi dalam jumlah banyak agar bisa di jual kembali. Nah solusi ini sudah mulai terlihat dampak positifnya di masyarakat,” jelasnya.

Menurutnya, lokasi produksi Pupuk sementara diproduksi di Misool Utara (Kampung Salafen dan Waigama), hampir semua kampung pada distrik Misool Utara sudah menggunakan pupuk kosa ini. Selain kami penuhi pasar lokal untuk masyarakat Misool Utara, pupuk ini pun sudah masuk lama di Kota Waisai (ibu kota Kabupaten Kabupaten Raja Ampat).

“Untuk kota Waisai sudah banyak peminatnya. Begitu juga di daerah Sorong. Sampai-sampai pupuk yang di produksi belum memenuhi orderan karena yang order banyak namun produksinya masih terbatas jumlahnya,” beber Sahib.

KET: kemasan Pupuk organik dari kotoran sapi diproduksi di Waigama, Raja Ampat, Papua Barat Daya. Foto: Istimewa

Lanjut Sahib bahkan peminatnya sudah merambah sampai di luar Raja Ampat, Seperti di Daerah Sorong, Kota Ambon, Kota Bula, Jayapura, Hingga Jakarta. Semua wilayah itu sudah order kes aya, hanya saja belum mampu untuk penuhi orderan mereka. 

“Ya tentu kendalanya adalah masalah transportasi untuk proses distribusinya. Dan juga jumlah produksi masih minim, pupuk sudah habis terjual di pasar lokal (di dalam Raja Ampat maupun sekitar daerah Sorong),” kata Sahib.

Ia mengatakan, untuk jumlah bungkus yang di hasilkan setiap produksi, biasanya tergantung dari bahan baku yang dikumpulkan. Ya kurang lebih 30-40 bungkus yang didapatkan dari sekali produksi. Dengan harga sekitar 20 per bungkus. 

“Kendala saat ini, bahan baku masih terbatas. Saking bahan bakunya terbatas sehingga Masalah cemaran kotoran sapi di Wilayah Distrik Misool Utara dapat teratasi dengn bijak. Jika kami memiliki bahan baku yang banyak, UMKM yang sudah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) serta Nomor Sertifikat Standar (NSS), dipastikan bisa bersaing di kancah Nasional maupun Internasional,” tutupnya.

error: Content is protected !!